“Aku suka bau hujan di
perkebunan ini.”
Kata kata itu yang pertama kali meluncur dari
bibirnya saat kami tak sengaja bertemu
di bawah pohon di tepi jalan saat hujan tiba tiba mengguyur sore itu. Aku hanya
menoleh heran mendengar ucapanhya.
“emang hujan baunya apa?” tanyaku menanggapi
ucapannya yang menurutku aneh. Karena hujan itu nggak ada baunya dimana pun itu.
Kecuali di dekat comberan. Tapi itupun yang bau comberannya, bukan hujannya.
“apa kamu nggak bisa menciumnya?” lanjutnya.
“coba pejamkan matamu dan hirup udara dalam dalam.
Kamu pasti akan mencium bau hujan.”
Tanpa berkata apapun aku menuruti anjurannya,
menutup mataku dan menarik nafas dalam dalam, pelan,, tapi tak ada bau apapun.
Segar memang, tapi tak ada bau apapun disana.
“aku tak mencium bau apapun.” Kataku saat membuka
mata.
Dia hanya tersenyum. Untuk pertama kalinya aku
sadar, bahwa orang yang ada di samping ku ini lumayan keren. Ah bukan, bukan
lumayan, tapi sangat sangat keren. Senyumnya manis. Untuk sepersekian detik,
aku terpana memandangi senyumnya.
“hujannya sudah reda, ayo lanjut jalan.” Katanya
tanpa menjawab perkataanku.
“masih grimis.” Kataku ogah ogahan mengikuti
langkahnya dari belakang.
“nggak apa apa, grimis kecil gini. sudah mulai gelap,
kamu mau di situ sampai gelap?” tanyanya.
“nggak mau.” Jawabku sambil mengimbangi langkahnya.
Waktu berlalu dalam diam. Canggung karena kami tak
saling mengenal.
“kamu bukan orang sini ya?” tanyaku membuka
percakapan.
“setiap liburan aku selalu kemari, tapi baru kali ini
aku melihatmu.” Lanjutku
Dia tersenyum lagi. “ya, aku memang bukan asli sini.
Kebetulan ada urusan saja disini.” Jawabnya sambil tersenyum hangat. Ya hangat.
Sangat hangat. Angin dingin pun tak mampu mengusik kehangatan senyumnya. Sekali
lagi, aku terpesona dengan senyumannya itu.
“rumahku di dekat belokan itu.” Kataku saat kami
hampir sampai di rumah.
“oh, yang itu. Aku tinggal di villa, masih agak jauh sih.” Katanya.
“ya sudah,, hati-hati.” Kataku mengakhiri percakapan
canggung sore itu.
Lagi lagi dia hanya tersenyum sambil melenggang
pergi. Aku memandangi kepergiannya, tak mau beranjak sedikitpun dari tempatku
berdiri. Ya, sepertinya aku sudah tersihir oleh sosok yang baru ku kenal itu.
Ah,, bahkan aku belum mengenalnya.
“Ahhhhh, kenapa tadi aku nggak tanya namanya?”
“stupid, stupid, stupid!!!”
Besok aku mau ke perkebunan lagi. Mungkin saja bisa
ketemu dia lagi. Ahh tak sabar menunggu besok. Sepertinya, liburan kali ini
akan menyenangkan.
Dan
sore pun tiba. Seperti rencana, aku ke perkebunan lagi, sekedar melihat lihat
orang yang sedang bekerja, sambil bermain main dengan rumput, sekali sekali
melirik ke jalan, berharap sosok yang ku tunggu sudah muncul.
Lama...
tapi dia tak muncul muncul juga. Huft,, apa aku tidak bisa ketemu dia lagi?
Akhhh, kenapa kemarin tidak kenalan dengannya? Nyesel! Nyesel! Nyesel!
“Nunggu aku ya nona manis?” sapa sebuah suara dari
belakangku
“Ehmm?? Ah! Kamu..” pekikku spontan melihat
hadirnya.
Sadar akan kekonyolanku, akupun menutup mulutku
sambil menahan malu. Dia menertawankan tingkahku yang kelihatan banget kalo aku
senang melihatnya.
“sesenang itu ya ketemu aku?” tanyanya sambil
nyengir menggodaku.
“nggak! siapa yang seneng liat kamu?! Biasa saja.”
Kataku sambil mengumpulkan sisa sisa gengsi yang ada dalam diriku.
Dia tertawa lagi. Sanggahanku malah semakin
menguatkan kalo aku memang menunggunya. Ya,,, memang kenyataanya begitu.
Sadar kalo aku sangat malu. Dia berhenti tertawa,
sekarang ganti dengan senyum. Ya, senyum itu lagi. Senyum yang membuatku tak
sabar untuk bertemu dengannya lagi.
“mau pulang bareng?” tanyanya.
Aku hanya menjawab dengan senyum sambil melangkah ke
sisinya, berjalan beriringan.
“kamu sering ke sini ya?” tanyaku.
“ehmmm, nggak juga. Sesekali saja kalo rindu.”
Jawabnya.
“rindu?” tanyaku lagi.
“ya,, rindu dengan suasana di sini. Baunya,
hangatnya, warnanya, semuanya aku suka.” Katanya.
“bau lagi,” keluhku.
Dia tertawa kecil menanggapi tingkahku. Aku
beranikan diri untuk mengamatinya. Rambutnya, matanya, garis wajahnya, ahh,
benar benar maha karya sempurna.
“ada yang salah di wajahku?” tanyanya tiba tiba.
Ohhh, tidak!! Dia tau aku dari tadi
memperhatikannya.
“apa? Nggak ada apa apa tuh!” jawabku sok cuek
menutupi rasa malu.
“Terus? Ngapain dari tadi ngeliatin aku terus?”
tanyanya tak mau menyerah.
“siapa yang ngeliatin kamu? Aku lihat lihat pemandangan
kok. GR saja.” Jawabku tak mau kalah.
“Memang pemandangan adanya disini?” tanyanya sambil
menunjuk wajahnya sendiri.
“Sudah di bilang nggak ya nggak’.” Jawabku mulai kehabisan
kata kata.
Tak mau memperpanjang perdebatan, dia pun
mengalihkan pembicaraan.
“namamu siapa ya? Dari tadi kita ngobrol tapi tidak
saling kenal.” Tanyanya.
Akhirnya, kata kata yang dari tadi aku tunggu keluar
juga, kataku girang, tapi dalam hati. Hehehe.
“Nadya.” Jawabku sambil mengulurkan tangan.
“Rain.”jawabnya sambil menjabat tanganku.
“Rain?? Hujan gitu?” tanyaku heran mendengar
namanya.
“iya, hujan. Kenapa?”tanyanya.
“ya aneh saja, masa nama artinya hujan sih?” jawabku.
“ibuku bilang, dulu pas aku lahir hujan deres
banget, makanya asal di kasih nama rain. untung saja pake bahasa inggris, coba
kalo pake bahasa indonesia? Lucu kan?”
“hahaha” aku terkekeh mendengar jawabannya.
“ehmmm, kamu orang mana?” tanyaku basa basi.
Sebenarnya bukan basa basi tapi pengen tau beneran,. Hehehe. Kali saja deket
rumahku yang di jakarta kan? Jadi kisah romantisnya bisa berlanjut... hahaha.
“aq orang jawa, asli pekalongan.”jawabnya singkat.
“pekalongan???” tanyaku terpekik.
“jauh bener. Terus disini tu ngapain?” lanjutku
penasaran.
“Hahaha,, mau tahu saja si nona manis” jawabnya sambil
mengacak acak rambutku.
Deg.. kaget. Tertegun dengan perlakuannya padaku.
Tapi.... SENENG.
Hening sejenak.
“Jadi? Disini ngapain?” tanyaku masih penasaran.
“ehmm,, liburan.. sama sepertimu.” Jawabnya sembari
tersenyum lembut.
Sungguh kalau aku itu lilin, pasti langsung meleleh
habis melihat wajah lembutnya itu. Ahh i’m going crazy. Ya aku memang mulai
tergila gila dengan hujan, ups.. maksudku Rain.
“besok pagi sepedaan bareng yuk, aq pengen ke atas”
kataku sambil menunjuk puncak bukit perkebunan itu.
Entah dari mana datangnya kata2 itu, tiba tiba sudah
keluar saja dari mulutku. Wajahku merah padam. Apa apaan ini, aku ngajak kencan
cowok yang baru aku kenal? Ahh bukan kencan sih, Cuma olahraga bareng. Tapi tetep saja namanya JALAN bareng.
Aku harap harap cemas menunngu jawabnya, mana dia
menatapku lagi. Sumpah tanganku dingin banget. Ngapain juga dia pake lama
banget jawabnya! Sengaja kali ya. Apa bingung kok ada cewek berani banget
ngajak kencan orang baru kenal? Ahh sudahlah, sudah terlanjur di ucapkan juga, buat
apa di pikirin terus.
“sepedaan ya.. ehmm boleh juga.” Jawabnya.
Hahhhh lega banget denger jawaban dia. Sekalipun
malu yang penting kan ada hasilnya. Aku berusaha tersenyum senatural mungkin
mendengar jawabannya. Meskipun sebenernya girang banget. Pengen jingkrak
jingkrak sekalian.
Dan sore itupun berakhir dengan senyum bahagia di
bibirku. Tak sabar menunggu pagi. Menghabiskan waktu dengan hujan yang sangat
memikat hati. Hahaha aku lebih senang menyebutnya hujan daripada Rain.
******
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar