Sabtu, 03 Agustus 2013
Fairy Tale Chapter 24 Should i marry?
Kiara POV
Hari berlalu dengan begitu cepat. Benar kata orang, waktu itu relatif. Saat kita bahagia, waktu seakan berjalan sangat cepat. Dan saat kita bersedih, waktu serasa berhenti di tempat.
Ya, aku begitu bahagia akhirnya bisa bersama dengan Daniel. Tenggat waktu sebulan sebelum pengangkatan menjadi Ratu jadi berlalu tanpa terasa. Tinggal Besok. Besok hari ulang tahunku sekaligus hari peresmianku sebagai ratu tiga dunia.
" Sudah siap sayang?" Daniel membuyarkan lamunanku. Kami sudah janjian untu pergi ke dunia peri pagi ini. Alden juga akan datang. Untuk menyelesaikan semua persiapan untuk acara besok.
" Sudah." Jawabku lembut. Daniel terlihat sangat tampan dengan celana jeans abu-abu pucat dan t-shirt Vneck berwarna biru tua. Ahhh, sepertinya apapun yang di pakainya dia selalu tampan bagiku.
Daniel menggenggam tanganku dan menggumamkan nama Caith pelan. sekarang kami sudah berada di tengah-tengah taman bunga dunia peri.
" Kalian sudah datang." Sapa Caith begitu kami berada di hadapannya. Seperti biasa, dia selalu bersama dengan Carra, gadisnya. Caith selalu terlihat berseri-seri semenjak bersama dengan Carra. Itulah kekuatan cinta. Seperti yang aku dan Daniel rasakan sekarang.
Veon melambaikan tanganya dari tempatnya berdiri. Tak jauh dari kami. Dia bersama dengan Dean, pelayan pribadinya dan beberapa pelayan lain yang tak ku kenali. Mereka terlihat sibuk menata meja untuk jamuan makan besok.
" Alden belum datang?" Daniel bertanya pada Caith sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Mengamati taman ini dengan seksama.
" Kenapa? Kau merindukanku?" Itu suara Alden. Dia selalu datang mengejutkan dan mengoda Daniel habis-habisan. Menyenangkan sekali melihat tingkah mereka.
" Lupakan." Jawab Daniel melengos. Daniel berjalan menghampiri Veon dan membantunya mengangkat meja untuk perjamuan.
" Al, tugasmu menata panggung bersama Kiara." Caith memberi perintah. Dia sendiri menata dekorasi di sepanjang taman.
" Jadi, panggung seperti apa yang kau inginkan Kiara? Megah? Sederhana? Elegan?" Al bertanya tanpa memandangku. Dia sibuk mengira-ngira desain seperti apa yang cocok digunakan.
" Ehmm... aku ingin yang serba putih. apa kau bisa membuatnya seolah olah kita sedang berada di atas awan Al?" Tanyaku antusias.
" Bisa, tapi aku tak bisa sendirian. Terlalu melelahkan kalau sendiri. Lagipula, mungkin butuh dua hari kalau di kerjakan sendiri." Jawab Alden.
" Kan ada aku." kataku ngeyel. Apa dia lupa kalau aku sudah bisa sihir?
" Perlu sihir kelas menengah untuk membuat awannya bergerak Kiara, dan aku yakin kamu belum bisa." Jawab Al bijak.
" Jadi bagaimana? Apa perlu mengajak Elden dan Filia kemari?" Tanyaku.
" Hei, itu melanggar peraturan." Caith berteriak dari tempatnya berdiri.
" Benar Kiara, ganti tema saja, yang lebih mudah ya." Bujuk Alden.
" Tidak mau." Entah kenapa hari ini aku sedikit keras kepala. " Aku ratunya, aku mengijinkanmu mengajak orang lain untuk melewati gerbang antar dunia." Kataku otoriter.
" Kiara, tapi peraturan ini sudah ada sejak ribuan tahun lalu." Kata Alden.
" Sudahlah Al, sekali ini saja. Lagipula Kiara yang minta, tugas kita adalah melayaninya kan?" Daniel mencoba membujuk Alden. Aku tersenyum penuh arti pada kekasihku. Senang rasanya saat dia selalu berada di pihakku.
" Baiklah-baiklah. Aku akan menjemput Elden dan Filia." Alden segera menghilang kembali ke dunia kegelapan.
Tak berapa lama Alden sudah kembali bersama dua adiknya. Veon langsung antusias menyambut Elden.
" Wah... kau benar-benar sama dengan kak Alden. Selama ini aku selalu membayangkan bisa melihat kalian berdua berjajar seperti ini." Kata Veon sambil menjabat tangan Elden.
" Kiara..." Filia langsung memelukku rindu. " Ah.. kenapa kau tidak main ke duniaku sih??? Aku kesepian." Filia merajuk dengan manja.
" Hei.. Kita disini untuk mendekorasi taman, bukan kangen-kangenan seperti ini." Caith yang paling disiplin terlihat gusar melihat semua orang berhenti bekerja.
Semua langsung terdiam dan membubarkan diri begitu mendengar nada sinis Caith.
Aku membantu Al, El dan Filia mendekorasi panggung sesuai keinginanku. Sesekali aku mencuri pandang ke arah Daniel yang sedang menata meja kursi untuk jamuan. Jika mata kami tak sengaja bertemu, rasanya malu tapi menyenangkan. Bahagia. Itu yang ku rasakan.
" Kiara... Siapa gadis itu?" Tanya Filia sambil menunjuk pada Carra.
" Itu Carra, kekasih Caith. Cantik ya."
" Entahlah, aku merasa ada sesuatu padanya. Aku tidak suka dia." Filia mengendikkan bahu tak acuh.
Alden dan Elden ikut memandangi Carra dengan teliti.
" Sejak pertama aku melihatnya aku juga merasakan ada yang salah. Tapi aku tak tahu pasti. Aku memilih diam karena tak ingin merusak kebahagiaan Caith." Kata Alden.
Aku tidak merasakan hal aneh. Mungkin itu insting mereka sebagai seorang iblis. Sejauh ini Carra baik dan ramah padaku. Dia gadis yang manis.
Tiba-tiba saja Elden berhenti mendekorasi panggung dan berjalan cepat menuju Caith dan Carra. Aku, Filia dan Alden yang kebingungan hanya mengikutinya dari belakang. Ada yang akan terjadi. Itu yang kurasakan.
" Ligaverunt." Elden meneriakan mantra sihir dan seketika tubuh Carra terikat tali di sekujur tubuhnya.
" Apa yang kau lakukan Elden!!" Caith berteriak marah sayapnya tiba-tiba terkembang sempurna.
Daniel, Veon dan beberapa pelayan langsung mendekat melihat keributan disini.
Carra merintih kesakitan didalam lilitan tali besar itu.
" Cepat lepaskan ikatannya El!!" Terika Caith sambil mecoba melepaskan ikatan Carra dengan kedua tangannya.
Alden sudah mengangkat tangan hendak melepaskan mantra Adiknya. Tapi buru-buru Elden menghentikanya.
" Dia dimantrai." Kata Elden lantang.
Seketika hening menyelimuti kami. Seakan mencerna kata-kata Elden.
Seluruh mata tertuju pada Elden. Menunggunya menjelaskan kata-katanya.
" Sayapnya di matrai. Warna sebernarnya bukan emas. Magia est amitti." Elden memantrai Carra lagi. Ikatannya terlepas. Caith langsung memegang tangan Carra erat" Suruh dia mengembangkan sayapnya. Aku sudah menghilangkan sihir yang memantrai sayapnya."
" Bentangkan sayapmu Carra." Pinta Caith. Matanya berair.
" Caith, apa kau tidak percaya padaku? Aku jodohmu. Kenapa kau mendengarkan perkataan orang lain?" Carra mulai menangis.
" Cepat bentangkan sayapmu!!" Caith berteriak marah.
Carra terlihat ragu, tapi akhirnya dia menurut pada Caith dan membentangkan sayapnya.
Dan... Disana.. Tak lagi berwarna emas... Melainkan kuning redup. Sayapnya berbeda dengan Caith.
Caith mencengkeram tangan Carra semakin erat. Matanya menyala penuh arah. "Kenapa kau membohongiku.
" Caith sakit." Carra meringis kesakitan karena cengkeraman Caith. Tapi Caith sedikitpun tak peduli. Di dalam hatinya. Dia merasakan sakit yang lebih dalam.
" Lepaskan dia." Terdengar suara tepat di telingaku. Dan dalam hitungan detik sebilah pisau mengancam di depan leherku. Kedua tanganku di piting di belakang punggungku. Aku kenal suara ini... Dean... pelayan pribadi Veon...
Semua orang terperangah melihat apa yang di lakukan Dean padaku. Caith lengah dan Carra dapat melepaskan diri darinya. Gadis itu terbang rendah menuju sebelah Dean.
" Dean apa yang kau lakukan." Veon berteriak frustasi.
" yang kulakukan?" Dean memandang dingin pada Veon. " Menyelamatkan kekasihku." Caith terlihat shok mendengar penuturan Dean... jadi Carra kekasihnya?
Daniel hendak maju mencoba menyelamatkanku tapi di hentikan oleh Alden. Aku tahu, mendekat hanya akan membuat penjahat ini semakin brutal.
" Jangan coba-coba menggunakan sihirmu iblis. Aku bisa melihat gerakan tanganmu. Kalau kalian macam-macam. Aku akan membunuh Ratu kalian ini." Dean menempelkan pisaunya pada kulit leherku, setes darah mengalir perlahan. meninggalkan perih di kulitku.
Alden dan Elden kembali menurunkan tangan mereka dengan lemah. Kurasa Dean bukan peri sembarangan, dia tahu tentang sihir dan terlihat pintar.
" Carra cepat pergi dari sini." Pinta Dean pada kekasihnya.
" Tidak sayang, aku tidak akan meninggalkanmu sendiri." Meskipun aku tak bisa melihat wajah Dean, aku bisa tahu dengan jelas kalau sekarang dia benar-benar kebingungan. Tak tahu harus berbuat apa.
Ku rasakan tubuhku mulai melayang. Dean terbang. Dan dia membawaku serta. Apa dia bermaksud untuk menculikku?
Ya, aku mulai panik sekarang. Begitu juga Daniel dan yang lain.
Veon terbang menyusulku. Mencoba menjajari Dean.
" Lepaskan dia Dean." Kata Veon dingin. Aku belum pernah mendengar nada bicaranya sedingin itu.
" Cepat turun atau kulukai ratumu." Dean menekankan pisaunya semakin erat. Kulitku tersayat lebih dalam. Perih...
Veon bergeming di tempatnya. Hanya memandang tajam Dean. Seolah mencoba mengunci gerakannya.
" Aku bilang turun Veon." Geram Dean.
" absentis cultellus." Aku mendengar Alden mengucapkan mantra. Dean tak menyadarinya karena perhatiannya teralih pada Veon. Seketika pisau menghilang dari genggaman tangannya.
Veon memanfaatkan itu untuk menarikku menjauh dari Dean. Aku langsung terjatuh ke bawah tanpa sempat mengembangkan sayapku. Untung saja Daniel dengan sigap menangkap tubuhku yang terjatuh.
" Aaaahhhhhh...." Veon menjerit kesakitan.
Dan.... ku lihat Carra memegang pisau yang berlumuran darah. Darah Veon....
secepat kilat Dean dan Carra terbang menjauh. Kami terlalu kalut melihat Veon yang bersimbah darah dan tak menghiraukan kepergian sepasang kekasih itu.
Caith memangku Veon yang terkuali lemah. Darah terus mengucur dari luka tusuk di perutnya. Lukanya sangat dalam, pisau yang di pegang Carra lebih besar dari yang di gunakan Dean untuk mengancamku.
" Veon bertahanlah...." Rintih Caith pilu.
" Kiara... kau baik-baik saja?" Veon bertanya dengan nafas yang tersengal.
" Berhenti bicara Ve, cepat kita ke istana." Pintaku.
" Pakai teleport saja." Alden memberi solusi yang langsung di setujui semua orang.
" Aku akan ke hutan mencari Alix, kalian ke istana dulu." Kata Caith cepat.
" Aku ikut, aku bisa teleport, biar lebih cepat." Filia menawarkan diri.
" Ayo cepat."
*******
" Bagaimana keadaannya Alix?" Tanya Caith begitu peri hutan kecil itu selesai mengobati Veon.
Alix berbicara dengan bahasa yang tak ku mengerti. Bahasa khusus peri hutan yang hanya di pahami oleh kaum peri.
" Bagaimana?" Tanyaku.
" Veon baik-baik saja, hanya tubuhnya sekarang sangat lemah karena kehilangan banyak darah."
Ada kelegaan yang menyusup ke dalam hati kami semua. meski begitu, ketegangan belum juga menghilang dari kami.
Semua orang sadar. Ada hal besar yang sedang mengintai... Siap menerkam kala kami lemah.
" Jadi... Bagaimana bisa seorang peri menguasai sihir?" Daniel memecah keheningan di antara kami. Lama tak ada yang menjawab.
" Hanya ada satu kemungkinan." Jawab Alden. " Ada seorang peri yang entah bagaimana caranya telah menyerahkan jiwanya pada lima iblis terkutuk."
" Maksudmu, iblis yang lolos dari kutukan kematian itu?" Tanyaku memastikan. Tubuhku gemetar sekarang. Daniel menggenggam tanganku. mencoba menenangkanku.
" Benar Kiara." Jeda sejenak. Alden menunduk. Dia terlihat kalut. " Siapapun yang bersekutu dengan mereka, akan memiliki sihir yang sangat kuat. Kau lihat tadi. Menyihir anggota badan tidaklah semudah menyihir pakaian. Dia harus kuat dan berpengalaman agar tidak merusak tubuhnya sendiri. Itu sihir tingkat tinggi."
" Tapi bagaimana bisa? Peri dan Iblis berada di dua dunia yang berbeda, bagaimana mereka bisa berhubungan?" Daniel terlihat bingung. Dia memandang nanar pada Alden.
" Mereka iblis yang sangat kuat Daniel. Dulu bahkan mereka bisa membuat gerbang antar dunia yang baru, mereka tak terkalahkan." Alden semakin tertunduk lesu.
" Tak terkalahkan?" Kali ini Caith yang bersuara. " Sekarang mereka mencoba bangkit dan aku yakin ada yang mereka incar. Jika mereka tak terkalahkan lalu kita harus bagaimana?"
" Besok hari penting." Potong Alden. " Kita harus mengamankan upacara penobatan ratu."
" kau benar Al, apa yang harus kita lakukan besok?" Tanya Daniel.
" Besok, bukankah besok gerbang antar dunia terbuka lebar? Untuk semua orang? Bagaimana kalau ada yang menyelinap dan menyalah gunakan gerbang antar dunia?" Tanyaku yang semakin di kuasai kekalutan. Siapapun orang di balik semua kekacauan ini. Aku yakin dia memang menunggu hari pengangkatanku. Hari dimana gerbang antar dunia terbuka lebar.
Semua terdiam. Mereka juga khawatir. Kegelisahan sangat terasa menyelimuti kami.
" Bagaimana kalau kita beri penjaga di setiap gerbang?" Filia mencoba memberi ide.
" Boleh juga, tapi kalau yang menerobos orang dengan kemampuan sihir tinggi, peri dan manusia tak akan ada artinya. Kita harus minta bantuan pada ayah." Kata Elden.
" Bagaimana Kiara?" Tanya Alden.
" Baiklah, aku akan menemui raja dunia kegelapan, meminta beberapa penjaganya untuk menjaga di tiga gerbang antar dunia." Kataku lantang.
" Aku juga akan mengerahkan prajuritku di gerbang dunia peri."
" Dan aku akan minta ayah menyiapkan murid di perguruan kami untuk berjaga di gerbang dunia manusia." Kata Daniel. Ya, setahuku ayahnya punya perguruan Karate yang punya murid cukup banyak.
Hening kembali menyelimuti kami. Meski sudah ada solusi, ini hanya untuk sementara. Hanya solusi satu hari. Entah apa yang akan terjadi besok.... Aku benar-benar ketakukan.
" Aku pernah baca salah satu buku. Ada sihir yang sangat kuat yang bahkan bisa menghancurkan seluruh dunia." Kata Elden memecah sunyi.
" Benarkah? Berarti kau bisa mempelajarinya untuk melawan iblis terkutuk itu El, kau kan jenius." Kataku.
" Sihir itu sihir khusus. Tak sembarang orang bisa melakukannya." Lanjut El.
" Jadi siapa yang bisa menggunakan sihir itu El?" Tanya Daniel tak sabar.
" Hanya ratu sejati yang bisa menguasai sihir itu." Kata Elden yang berhasil membungkam mulut semua orang. Tenggorokanku seketika mengering. Ketakutan menjalar di sekujur tubuhku. Tapi juga harapan.
" Jadi, Kiara bisa menguasainya?" Tanya Daniel.
" Ya, tapi ada syaratnya."
" Apa?" Tanyaku gugup.
" Di buku itu di sebut ratu sejati. Kau tahu Kiara, seorang ratu bisa di sebut sejati jika dia....
mempunyai seorang raja. Artinya... Kau harus menikah Kiara..."
Rasanya kehidupan tak henti-hentinya mempermainkan hatiku.....
*******
to be continue...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar