Jumat, 07 Juni 2013

Fairy tale chapter 6 The past





Author POV


 " Kiara..."

" Bagaimana keadaanmu sekarang. Ku mohon bertahanlah. Jangan mati dulu sebelum aku menemukanmu."

" Aishhh, kau benar benar membuatku gila." Daniel berteriak sendirian. Tak peduli dengan sekitarnya.

" Kenapa kau terlihat sangat stres nak?" Suara lembut ibu mencoba menenangkan Daniel.

" Ayah, ibu.. Bagaimana nasib temanku sekarang? Aku benar benar menghawatirkannya." Ucap Daniel sedikit merajuk pada kedua orang tuanya,

" Ini baru 2 hari, tak usah risau, dia pasti baik baik saja." Tutur ayah ikut menenangkan anak pertamanya itu.

" Dia itu sangat ceroboh yah, duri kecil saja bisa jadi benda yang sangat berbahaya baginya."
" Sudahlah jangan di bawa stres seperti itu."

" Bagaimana aku tidak stres yah, temanku entah ada dimana sekarang dan aku tak dapat melakukan apapun untuk menolongnya!" Daniel sangat emosional. kristal bening terbentuk di ujung matanya yang langsung di sembunyikan dari kedua orang tuanya.

" Apa kau lupa? sebentar lagi kan purnama. Waktunya pertemuan antar pemegang kunci. Kau bisa meminta tolong pada pemegang kunci lain untuk mencari sang ratu."

" Ah,, benar. Semua kekacauan ini membuatku lupa jadwalku sendiri. Tapi purnama masih 3 hari lagi yah. Aku bisa mati gelisah menunggu selama itu." Daniel tetep kekeuh dengan kecemasannya.

" Sabarlah sedikit, tak ada yang bisa kita lakukan tanpa kunci itu. Lebih baik sekarang kau kumpulkan semua referensi tentang 3 dunia."

" Untuk apa yah?"

" Kau harus mengajari sang ratu untuk lebih mengenal ketiga dunia. Agar beliau jadi ratu yang bijaksana. Sang ratu terpilih kali ini berasal dari dunia manusia. Jadi dia berada di bawah tanggung jawabmu."

Daniel hanya mengangguk mengerti mendengar ucapan ayahnya.

" Ingat satu hal Daniel. Meskipun dia temanmu, tapi dia adalah calon ratu. JADI..."

Daniel menatap ayahnya menunggu lanjutan kalimat yang menggantung itu.

" Jadi, jangan jatuh cinta padanya! Ingat peraturannya. Pemegang kunci tidak boleh menikah dengan sang ratu."

Daniel hanya menjawab kata kata ayahnya dengan senyum.

" Terlambat ayah." Bisiknya lirih. Tak terdengar.


- - - - - - - - - - - - -


" Hei Daniel!! Tunggu sebentar...." Terdengar suara kiara yang terengah engah mengejar teman sekelasnya.

" hem?? kenapa?" Jawab Daniel dengan wajah cool nya yang senyum.

" Ehmm,, kamu bawa mobil ga'? sekarang udah sore, jalan menuju komplek ku kalau malam gelap. Aku takut gelap. Antar aku pulang ya." Rengek Kiara manja. Dia memang terbiasa manja dengan siapapun.

" Aku tidak pernah bawa mobil ke sekolah, sudah biasa naik angkot." Jawab Daniel yang tak sadar dengan ketakutan di wajah Kiara.

" Bagaimana ini, angkot cuma nyampe di jalan besar. sedang komplek rumahku masuknya cukup jauh ke dalam. Aku pasti pingsan." Kiara bicara sambil mulai terisak.

Daniel tersenyum simpul melihat tingkah gadis di depannya. "Anak sebesar ini masih segitu takutnya sama gelap. hahaha. Gadis menggemaskan." pikirnya.

"  Naik taksi saja, gampang kan?" Usul Daniel.

" Aku lupa ga' bawa dompet sama handphone, di tas cuma ada uang receh." Kiara masih terisak
" Pakai duitku dulu saja."

" Ga' ah, kita kan baru kenal, masa mau pinjem duit sih. Ga' enak." Jawabnya merajuk.

" Ya udah, aku anterin sampai rumah, gimana?" Jawab Daniel menenangkan.

" Bener? Oh hatimu benar benar sebaik malaikat." Mata Kiara langsung berbinar dengan indahnya.

Daniel lagi lagi tersenyum geli melihat tingkah "gadis kecil" itu.

Setelah turun dari angkot, mereka masih harus berjalan agak jauh untuk sampai ke komplek perumahan tempat tinggal Kiara. Jalanan gelap tanpa lampu, senja sudah meninggalkan langit. Kiara berjalan secepat yang dia bisa sambil "menyeret" Daniel.

" Kan udah aku temenin, kok masih takut banget gitu?" Tanya Daniel dengan nada protes karena di tarik tangannya agar berjalan cepat.

" Bukan takut, tapi aku ga' suka gelap." Nafas gadis itu mulai memburu.

" Ga' ada apa apa disini, ga' usah takut." Daniel yang belum paham dengan situasi masih mencoba menenangkan Kiara.

Nafas Kiara mulai sesak, padahal komplek masih jauh.

" Daniell,,,"

" Kamu kenapa ra?"

"  Aku.. hehh hehh gelap.. hehh sesak..hehh naf.. heh fas.."

Brukkk..

" Kiara..."

" Kiara,, "
 
" Bangun ra... Kiara..."

" Anak ini.. kenapa seenaknya pingsan di depan orang lain."

" Kau mengacaukan detak jantungku Kiara."
 
Daniel langsung membopong kiara dan berlari menuju cahaya terdekat.

" kenapa tidak bilang dari awal kalau kau tidak bisa bernafas saat gelap."

" Dasar gadis ceroboh."


...

...

...

" Gadis ini..."

" Wajahnya terlihat sangat rapuh."

" Aku..."

" Aku ingin melindungi gadis ini."

" Aku akan menjagamu Kiara."

- - - - - - - - - - - - -



" Kamu yang namanya Daniel?" Tiba tiba orang tua Kiara muncul di rumah Daniel di ikuti Sarah, Vina dan Vani.

" Iya saya Daniel." Jawab Daniel dengan ekspresi sedewasa mungkin. Sepertinya dia sudah bisa membaca situasi.

" Kamu sembunyikan dimana anak saya hah? Cepat kembalikan dia pada kami." om Hardi yang emosi bicara dengan kasar sambil menarik kerah baju Daniel.

" Hentikan! Apa apaan kalian seenaknya maen ribut di rumah saya." pak Joseph ikut emosi melihat anaknya di perlakukan dengan kasar.

" Dimana anakku?' seakarang pak Joseph yang jadi sasaran amukan om Hardi.

" Kita duduk dulu, marah marah ga' akan menyelesaikan masalah." Ibu berusaha mendamaikan suasana yang makin tak terkendali.

" Benar pa, mama juga ga' yakin anak ini menculik Kiara." tante Liana setuju dengan usul ibu Daniel.
Pak Joseph menceritakan panjang lebar tentang hilangnya Kiara. Mereka cepat atau lambat memang harus tahu tentang keberadaan Kiara sebagai calon ratu.

" Hahh, kalian mau membohongiku dengan cerita sampah seperti itu?"

" CEPAT KATAKAN DIMANA ANAKKU!" om Hardi kembali naik darah.

" Kami sudah menceritakan yang sebenarnya. Sekarang kami juga tidak tahu dimana Kiara."

" OMONG KOSONG APA ITU!"

" Sudah pa, jangan marah marah terus, ini rumah orang."

" Tapi ma,,"

" 3 hari lagi om," Daniel memotong omongan om Hardi.

" Apanya yang tiga hari?"

" 3 hari lagi mungkin saya bisa membawa pulang Kiara."

" 3 hari lagi ada pertemuan rutin antar dunia, kami bisa mencari tahu dimana Kiara." Jelas pak Joseph

" Bagaimana kalau sampai terjadi apa apa pada anakku. Dia punya penyakit. Bagaimana bisa kalian menyuruhku menunggu 3 hari." om Hardi yang dari tadi terlihat marah mulai melunak dan menangis tanpa suara.

" Sekarang kami tak bisa melakukan apapun om." Daniel berkata tak kalah putus asa dengan om Hardi.

Dan ruangan itupun di selimuti dengan perasaan sedih yang mendalam.

- - - - - - - - - - - - - -


Kiara POV


"ehh.." Aku tertidur. Gara gara mules tadi badanku jadi lemes banget.

" Apa Veon sudah kembali ya?" Pintu kamar ini meskipun terlihat tua tapi tidak berderit saat dibuka.

" Veon...?"

" Eh, putri tidur kita sudah bangun rupanya."

" Kamu ngapain?"

" Ini.. mencuci makanan untuk makan malam nanti. Ini menu favoritku." Katanya sambil menunjukkan buah yang tadi membuatku sakit perut.

" Kau mau meracuniku lagi? Seharian aku sakit perut gara gara makan buah itu.

" Apa kau hanya makan buah ini saja tanpa makan rotinya?"

" Iya, rotinya sangat keras, mana mau aku makan barang kadaluarsa kaya gitu."

" Buahahahahaha." ye ni orang malah ketawa.

" hehh manusia, buah dan roti ini harus di makan bersama. Buah ini manis tapi kadar asamnya sangat tinggi, perutmu pasti langsung mulas kalau tidak makan roti gandum khusus ini." Jelas Veon sambil terus tertawa.

" Penjelasanmu telat peri nyebelin!"

" Maaf maaf, tadi aku buru buru jadi tak sempat memberitahumu."

" Tadi kamu pergi kemana si Ve?"





" Tadi kamu mules kan?'


" Iya."

" Terus? Buang air dimana?"

" hehehe maaf... hehehe di... belakang rumah."

" Dasar jorokkkkk."

" Mau gimana lagi? disini ga' ada toilet."

" Kau harus ke sungai pembuangan di pinggir hutan. Itu khusus untuk buang air." Jelasnya panjang lebar.

Primitif sekali dunia disini. Masih menggunakan sungai untuk buang air. Apa mereka sedikitpun tidak tersentuh modernisasi?

" Hei?" Veon menggoyang goyangkan tangannya di depan mukaku.

" kok malah nglamun sih!"

" hehe iya maaf."

" Ini bawa ke depan, kita makan. Tenang aku jamin ga' akan sakit perut."

Aku menurut saja dan berjalan ke ruang tamu. Kami makan bersama. ternyata roti itu tak seburuk kelihatannya. Rasanya lumayanlah, apalagi di campur buah manis ini. Sedap...

" ehmm, Ve.. Tadi aku mimpi aneh deh, di mimpi sepertinya kamu cium bibirku. Rasanya kaya nyataaa banget. Aneh kan masa mimpi ciuman ma orang baru kenal sih. Ciuman pertama harusnya sama orang yang spesial." Entah aku yang salah atau gimana tapi air muka Veon berubah saat aku bercerita. Apa jangan jangan itu bukan mimpi??? Oh tidak!! Ciuman pertamaku..........
Hikss...

Tapi aku terlalu malu untuk menanyakan hal itu..

ahhhh, semoga itu hanya mimpi...

aku tidak rela,,,,

Ciuman pertamaku di ambil peri nyebelin ini...

- - - - - - - - -


" Ve? Apa peri juga mandi di sungai?"

" oh,, kau mau mandi? ga' di sungai kok."

" Syukurlah, badanku sudah gatal dari kemarin belum mandi."

" Kau memang gadis jorok." Veon itu tak bosan bosannya menggodaku.

" Ayo."

Veon kembali menggendongku dalam dekapannya. Kali ini aku agak malu. Badanku pasti lengket dan bau dari kemarin tidak mandi sama sekali.

Wajah cowok ini selalu penuh senyum. Maki lama aku makin suka. hihihi


 Dasar Kiara otak batu.


Veon mulai mendarat di tanah lapang. Aku tidak melihat ada bangunan yang namanya "kamar mandi".

" Mana kamar mandinya?"

" Itu." Jawabnya sambil menunjuk lingkaran pot pot besar. Aku ulangi, BESAR. tingginya melebihi tinggi tubuhku. di dalamnya ada bunga bunga berwarna lavender yang tinggi dan melengkung.

" Kau masuk lewat pintu itu, itu pintu darurat untuk peri peri yang sayapnya terluka. Aku tidak bisa mengantar kesana karena itu khusus perempuan. Yang laki laki di sebelah sana." Sambil menunjuk deretan pot yang sama dengan yang ini.

" Nanti kita ketemu lagi disini ya." Kata Veon sambil terbang ke "kamar mandi" cowok.

Baru kali ini aku berkeliaran sendiri di luar tanpa Veon. Meskipun dia berada tak jauh dariku, tapi tetap saja menakutkan. Bagaimana kalau ada yang menyadari kalau aku ini manusia?

Tanpa sadar, aku terus menggenggam erat kalung Daniel yang sedikitpun tak pernah ku tingalkan.
Dan hal yang selalu ku tunggu terjadi.. Kalung itu bereaksi lagi, tanganku terasa panas, tapi terus ku genggam erat. Sampai akhirnya cahaya putih itu keluar dan menyelimuti sekelilingku...


* * * * * * * * * * * *



Tidak ada komentar:

Posting Komentar