Rabu, 26 Juni 2013

The Smell of Rain part 1



            “Aku suka bau hujan di perkebunan ini.”

Kata kata itu yang pertama kali meluncur dari bibirnya saat  kami tak sengaja bertemu di bawah pohon di tepi jalan saat hujan tiba tiba mengguyur sore itu. Aku hanya menoleh heran mendengar ucapanhya.
“emang hujan baunya apa?” tanyaku menanggapi ucapannya yang menurutku aneh. Karena hujan itu nggak ada baunya dimana pun itu. Kecuali di dekat comberan. Tapi itupun yang bau comberannya, bukan hujannya.

“apa kamu nggak bisa menciumnya?” lanjutnya.

“coba pejamkan matamu dan hirup udara dalam dalam. Kamu pasti akan mencium bau hujan.”

Tanpa berkata apapun aku menuruti anjurannya, menutup mataku dan menarik nafas dalam dalam, pelan,, tapi tak ada bau apapun. Segar memang, tapi tak ada bau apapun disana.

“aku tak mencium bau apapun.” Kataku saat membuka mata.

Dia hanya tersenyum. Untuk pertama kalinya aku sadar, bahwa orang yang ada di samping ku ini lumayan keren. Ah bukan, bukan lumayan, tapi sangat sangat keren. Senyumnya manis. Untuk sepersekian detik, aku terpana memandangi senyumnya.

“hujannya sudah reda, ayo lanjut jalan.” Katanya tanpa menjawab perkataanku.

“masih grimis.” Kataku ogah ogahan mengikuti langkahnya dari belakang.

“nggak apa apa, grimis kecil gini. sudah mulai gelap, kamu mau di situ sampai gelap?” tanyanya.

“nggak mau.” Jawabku sambil mengimbangi langkahnya.

Waktu berlalu dalam diam. Canggung karena kami tak saling mengenal.

“kamu bukan orang sini ya?” tanyaku membuka percakapan.

“setiap liburan aku selalu kemari, tapi baru kali ini aku melihatmu.” Lanjutku
Dia tersenyum lagi. “ya, aku memang bukan asli sini. Kebetulan ada urusan saja disini.” Jawabnya sambil tersenyum hangat. Ya hangat. Sangat hangat. Angin dingin pun tak mampu mengusik kehangatan senyumnya. Sekali lagi, aku terpesona dengan senyumannya itu.


“rumahku di dekat belokan itu.” Kataku saat kami hampir sampai di rumah.

“oh, yang itu. Aku tinggal di villa, masih agak jauh sih.” Katanya.

“ya sudah,, hati-hati.” Kataku mengakhiri percakapan canggung sore itu.

Lagi lagi dia hanya tersenyum sambil melenggang pergi. Aku memandangi kepergiannya, tak mau beranjak sedikitpun dari tempatku berdiri. Ya, sepertinya aku sudah tersihir oleh sosok yang baru ku kenal itu. Ah,, bahkan aku belum mengenalnya.

 “Ahhhhh, kenapa tadi aku nggak tanya namanya?”

“stupid, stupid, stupid!!!”

Besok aku mau ke perkebunan lagi. Mungkin saja bisa ketemu dia lagi. Ahh tak sabar menunggu besok. Sepertinya, liburan kali ini akan menyenangkan.

            Dan sore pun tiba. Seperti rencana, aku ke perkebunan lagi, sekedar melihat lihat orang yang sedang bekerja, sambil bermain main dengan rumput, sekali sekali melirik ke jalan, berharap sosok yang ku tunggu sudah muncul.

            Lama... tapi dia tak muncul muncul juga. Huft,, apa aku tidak bisa ketemu dia lagi? Akhhh, kenapa kemarin tidak kenalan dengannya? Nyesel! Nyesel! Nyesel!

“Nunggu aku ya nona manis?” sapa sebuah suara dari belakangku

“Ehmm?? Ah! Kamu..” pekikku spontan melihat hadirnya.

Sadar akan kekonyolanku, akupun menutup mulutku sambil menahan malu. Dia menertawankan tingkahku yang kelihatan banget kalo aku senang melihatnya.

“sesenang itu ya ketemu aku?” tanyanya sambil nyengir menggodaku.

“nggak! siapa yang seneng liat kamu?! Biasa saja.” Kataku sambil mengumpulkan sisa sisa gengsi yang ada dalam diriku.

Dia tertawa lagi. Sanggahanku malah semakin menguatkan kalo aku memang menunggunya. Ya,,, memang kenyataanya begitu.

Sadar kalo aku sangat malu. Dia berhenti tertawa, sekarang ganti dengan senyum. Ya, senyum itu lagi. Senyum yang membuatku tak sabar untuk bertemu dengannya lagi.

“mau pulang bareng?” tanyanya.

Aku hanya menjawab dengan senyum sambil melangkah ke sisinya, berjalan beriringan.

“kamu sering ke sini ya?” tanyaku.

“ehmmm, nggak juga. Sesekali saja kalo rindu.” Jawabnya.


“rindu?” tanyaku lagi.

“ya,, rindu dengan suasana di sini. Baunya, hangatnya, warnanya, semuanya aku suka.” Katanya.

“bau lagi,” keluhku.

Dia tertawa kecil menanggapi tingkahku. Aku beranikan diri untuk mengamatinya. Rambutnya, matanya, garis wajahnya, ahh, benar benar maha karya sempurna.

“ada yang salah di wajahku?” tanyanya tiba tiba.

Ohhh, tidak!! Dia tau aku dari tadi memperhatikannya.

“apa? Nggak ada apa apa tuh!” jawabku sok cuek menutupi rasa malu.

“Terus? Ngapain dari tadi ngeliatin aku terus?” tanyanya tak mau menyerah.

“siapa yang ngeliatin kamu? Aku lihat lihat pemandangan kok. GR saja.” Jawabku tak mau kalah.

“Memang pemandangan adanya disini?” tanyanya sambil menunjuk wajahnya sendiri.

“Sudah di bilang nggak ya nggak’.” Jawabku mulai kehabisan kata kata.

Tak mau memperpanjang perdebatan, dia pun mengalihkan pembicaraan.

“namamu siapa ya? Dari tadi kita ngobrol tapi tidak saling kenal.” Tanyanya.

Akhirnya, kata kata yang dari tadi aku tunggu keluar juga, kataku girang, tapi dalam hati. Hehehe.

“Nadya.” Jawabku sambil mengulurkan tangan.

“Rain.”jawabnya sambil menjabat tanganku.

“Rain?? Hujan gitu?” tanyaku heran mendengar namanya.

“iya, hujan. Kenapa?”tanyanya.

“ya aneh saja, masa nama artinya hujan sih?” jawabku.

“ibuku bilang, dulu pas aku lahir hujan deres banget, makanya asal di kasih nama rain. untung saja pake bahasa inggris, coba kalo pake bahasa indonesia? Lucu kan?”

“hahaha” aku terkekeh mendengar jawabannya.

“ehmmm, kamu orang mana?” tanyaku basa basi. Sebenarnya bukan basa basi tapi pengen tau beneran,. Hehehe. Kali saja deket rumahku yang di jakarta kan? Jadi kisah romantisnya bisa berlanjut... hahaha.


“aq orang jawa, asli pekalongan.”jawabnya singkat.

“pekalongan???” tanyaku terpekik.

“jauh bener. Terus disini tu ngapain?” lanjutku penasaran.

“Hahaha,, mau tahu saja si nona manis” jawabnya sambil mengacak acak rambutku.

Deg.. kaget. Tertegun dengan perlakuannya padaku.

Tapi.... SENENG.

Hening sejenak.

“Jadi? Disini ngapain?” tanyaku masih penasaran.

“ehmm,, liburan.. sama sepertimu.” Jawabnya sembari tersenyum lembut.

Sungguh kalau aku itu lilin, pasti langsung meleleh habis melihat wajah lembutnya itu. Ahh i’m going crazy. Ya aku memang mulai tergila gila dengan hujan, ups.. maksudku Rain.

“besok pagi sepedaan bareng yuk, aq pengen ke atas” kataku sambil menunjuk puncak bukit perkebunan itu.

Entah dari mana datangnya kata2 itu, tiba tiba sudah keluar saja dari mulutku. Wajahku merah padam. Apa apaan ini, aku ngajak kencan cowok yang baru aku kenal? Ahh bukan kencan sih, Cuma olahraga bareng. Tapi tetep saja namanya JALAN bareng.

Aku harap harap cemas menunngu jawabnya, mana dia menatapku lagi. Sumpah tanganku dingin banget. Ngapain juga dia pake lama banget jawabnya! Sengaja kali ya. Apa bingung kok ada cewek berani banget ngajak kencan orang baru kenal? Ahh sudahlah, sudah terlanjur di ucapkan juga, buat apa di pikirin terus.

“sepedaan ya.. ehmm boleh juga.” Jawabnya.

Hahhhh lega banget denger jawaban dia. Sekalipun malu yang penting kan ada hasilnya. Aku berusaha tersenyum senatural mungkin mendengar jawabannya. Meskipun sebenernya girang banget. Pengen jingkrak jingkrak sekalian.

Dan sore itupun berakhir dengan senyum bahagia di bibirku. Tak sabar menunggu pagi. Menghabiskan waktu dengan hujan yang sangat memikat hati. Hahaha aku lebih senang menyebutnya hujan daripada Rain.

                                                ******

Bersambung

 

Fairy Tale Chapter 20 I know you love him



Author POV


" My lord, Dean dan Carra sudah datang." Kata Wirtz kepada ratunya.

" Dean, Carra, kemarilah." Kata Lamia, sang ratu, dengan nada sedingin es.

 Kedua orang itu langsung maju mendengar namanya di panggil.

" Dean, kau harus menyusup ke istana peri. Menyamarlah jadi salah satu pekerja disana. Pantau keadaan istana dan laporkan apa saja yang menurutmu perlu." Kata Lamia masih dengan sedingin es.

Pemuda itu mengangguk hormat. Rambut coklatnya yang sedikit panjang menjuntai ke dahinya seiring kepalanya bergerak.

" Akan saya laksanakan yang mulia." Jawa Dean. Pemuda tinggi ramping itu mundur beberapa langkah setelah menerima tugasnya. Gerakannya seringan kertas. Tak terdengar sama sekali langkah kakinya.

" Dan kau Carra. Kau harus terus mengekori pangeran Caith kemanapun dia pergi. Korek sebanyak mungkin informasi darinya. Aku akan mengubah sayap kuningmu menjadi warna emas. Pangeran Caith akan berpikir kalau kau adalah jodohnya." Kata Lamia dengan senyum licik.

" Mengerti my lord." Jawab gadis cantik bermata biru safir itu. Dia sama dengan Dean, gerakannya seringan kertas. Sepertinya mereka sudah terlatih untuk menjadi mata mata.

" Wirtz, kau kumpulkan semua bahan untuk pemujaan. Agar saat harinya datang kita sudah siap."

" Baik my lord." Jawab lelaki tua itu. Sepertinya dia orang kepercayaan Lamia.

" Pergilah, laksanakan tugas kalian dengan benar."

.....


" Jadi, kau mendapatkan tugas yang menyenangkan huh?" Tanya Dean kepada Carra saat mereka sudah berada di luar kastil.

" Ya, menggoda pangeran sepertinya tidak buruk." Jawab Carra.

" Pastikan dia tidak menyentuhmu Carra, karena aku akan sangat cemburu." Kata Dean.

" Kau tahu itu tak bisa di hindari Dean. Kau lupa bagaimana pertama kali kita bertemu? kau langsung menciumku kan? Aku penasaran bagaimana nanti reaksi pangeran caith saat melihatku dengan sayap emas." Kata Carra tersenyum manis.

" Sudahlah ayo kita pulang ke rumah." Kata Dean.

Dan mereka berdua membentangkan sayap lalu terbang. Dean dan Carra, sayap mereka berwarna kuning redup, dengan untaian garis garis hitam yang membentuk corak yang sangat mirip.

Ya,... Mereka sepasang kekasih.

- - - - - - - - - - - - - - -


 Kiara POV


Ini sudah lewat tengah malam tapi aku belum bisa tertidur.

" Hahhhhh." Daniel benar benar telah menguasai pikiranku.

Rasa bersalah karena meninggalkannya begitu saja tadi siang benar benar memenuhi hatiku. Apa yang harus aku katakan padanya besok? Dia pasti marah.

Aku mengalah, percuma berusaha tidur kalau mata sedikitpun tidak mau terpejam.

Ku buka jendela kamarku membiarkan angin segar masuk menerpa wajahku. Ku ambil buku tebal yang tergeletak di atas meja belajarku. Kamus bahasa latin yang di berikan oleh ratu Esme sebagai oleh oleh.

Kata Alden, sihir hanya akan merespon bahasa Latin. Entah karena apa, mungkin leluhur para iblis berasal dari dari sana?

Jadi,,, aku harus berjuang keras menghapalkan seluruh kata bahasa latin agar aku bisa mempraktekan sihir dengan baik. Benar benar ribet! Kenapa tidak memakai bahasa sendiri sendiri saja? Bagaimana kalau aku salah sebut pengen buat air dingin ternyata yang ku sebut air panas?

" Kalau kamu ragu, lebih baik jangan katakan." Itu pesan ratu Esme saat memberikan buku ini.

Belum lagi ada beberapa yang memiliki aturan khusus, seperti sihir untuk bertempur, gerakan tangan sedikit saja bisa mempengaruhi mantra. Atau jika ingin membuat makanan, kita harus membayangkan dengan jelas makanan apa yang ingin di makan. Kalau sihir sihir ringan seperti memindahkan barang hanya perlu mengucapkan mantra saja.

Huahhh, belum apa apa aku sudah di buat pusing.

Baiklah, aku akan mulai membaca kamus ini. Cari kata kata yang sering di pakai saja dulu.

.......


Rasa rasanya baru kali ini aku berangkat sekolah sepagi ini

Alasannya? Karena aku ingin menunggu Daniel. Aku tidak ingin nanti tidak konsentrasi pada pelajaran gara gara masih kepikiran padanya.

Aku duduk di bawah pohon di depan kelasku. Sekolah masih sepi, hanya ada beberapa anak yang memang biasa berangkat pagi. Dan sepanjang yang ku tahu, Daniel biasa berangkat pagi.

Tak perlu menunggu lama, sosok yang sangat ku rindukan akhirnya muncul. Berjalan santai menuju kelas kami. Aku bilang apa barusan? Rindu? Hahhh, sepertinya aku sudah mulai gila.

" Daniel.." Aku memanggilnya sambil berlari ke arah Daniel.

Dia hanya menoleh sebentar menghadiahiku dengan tatapan dingin lalu membuang muka. Daniel kembali berjalan lurus masuk ke kelas seolah dia tidak mendengar panggilanku.

Apa ini? Kenapa sikapnya berubah lagi? Apa si jutek Daniel sudah kembali? Lalu apa maksud perubahan sikapnya akhir akhir ini? Dia juga bilang mencintaiku kan? lalu apa ini?

" Daniel..." Panggilku lagi sambil menyusulnya masuk ke kelas.

Aku berdiri di hadapannya dengan sedikit terengah setelah berlari, sedangkan dia duduk santai di bangkunya sambil membaca buku bertingkah seolah tak ada aku di depannya.

" Aku minta maaf, kemarin aku pergi begitu saja ke dunia kegelapan tanpa pamit padamu dulu." Kataku.

Daniel masih tetap sibuk pada bukunya. Tak mempedulikanku sedikitpun.

" Maaf Daniel, kemarin aku panik. Alden kesakitan, jadi tanpa pikir panjang kami langsung ke dunia kegelapan. Aku lupa kalau kamu masih menungguku di istana peri." Kataku lagi.

Hening. Daniel masih tetap diam. Tak merespon sedikitpun kata kataku.

" Aku sedang bicara padamu!" Kataku dengan nada meninggi. Wajahku terasa panas. Aku tidak suka Daniel memperlakukanku seperti ini. Aku tidak suka Daniel kembali jutek padaku lagi.

Daniel menutup bukunya dengan santai. Lalu menatapku dengan tatapan dingin. Jantungku serasa berhenti berdetak melihat dia dengan tatapan dingin seperti itu.

" Lalu kenapa kalau kau sedang bicara padaku? Kau pikir kau ini siapa? Sampai aku harus mendengarkan setiap kata katamu?" Kata Daniel dengan nada bicara menghina.

Sakit!

Aku sudah tidak bisa membendung air mata yang dari tadi menggenang di pelupuk mataku.

Plakkk!!

" Keterlaluan." Kataku pelan setelah menamparnya keras.

Aku langsung berlari keluar sekolah. Entah aku mau kemana yang penting jauh dari Daniel.

- - - - - - - - - - - - - -


 Caith POV


" Kita mau kemana Ve?" Tanyaku pada Veon yang sejak tadi pagi merengek memintaku mengikutinya.

" Sebentar lagi sampai." Kata Veon yang terbang di depanku.

Wajahnya terlihat berseri seri. Sejak bertemu Kiara, Veon terlihat lebih bahagia daripada sebelumnya. Saat dia di usir dari istana, dia benar benar kehilangan senyumannya. Aku setiap hari harus selalu membujuknya untuk bicara, memberinya lelucon agar dia mau tertawa. Tapi dia benar benar setia dengan wajah muramnya. Sampai suatu hari akhirnya dia luluh dan mau tersenyum kembali. Tapi aku tahu jauh di lubuk hatinya dia masih menyimpan kesedihannya sendiri.

" Ayo turun." Kata Veon membuyarkan lamunanku.

Yang kulihat di bawah kami adalah taman bunga milik ibu. Untuk apa Veon mengajakku kemari?

" Kenapa kita kesini?" Tanyaku pada Veon begitu kami sudah duduk diantara bunga aster.

" Kemarin aku dan Kiara ke seberang danau sana kak." Kata Veon.

" Lalu?" Tanyaku bingung.

" Kiara melihat taman bunga ini dan dia bilang ingin mengadakan pesta pengangkatannya sebagai ratu disini." Cerita Veon dengan mata berbinar bahagia.

" Benarkah?" Tanyaku tersenyum

" Iya kak. Kira kira apa ibu akan menyetujuinya?" Tanya Veon.

" Tentu saja Ve, biar aku yang bilang pada ibu." Kataku.

" Terima kasih kak."

....


" Siapa dia ibu?" Tanyaku saat menghampiri ibu yang duduk di taman.

" Dia pelayan baru Caith, namanya Dean. Dia nanti akan bertugas membersihkan kamar Veon dan melayani kebutuhannya." Jelas ibu. Ya, memang sudah lama sekali pelayan Veon diberhentikan, mengingat dia sudah lama tidak tinggal di istana.

Aku hanya menganggukkan kepalaku sekilas untuk sopan santun pada pelayan baru kami.

" Oh iya bu, Veon bilang Kiara ingin mengadakan pengangkatannya sebagai ratu di taman bunga milik ibu." Kataku.

" Benarkah? Ini kehormatan bagi kita. Kapan hari pengangkatannya Caith?" Tanya ibu.

" Ehm,, sekitar sebulan lagi. Tanggal 5 bulan depan kalau tidak salah." Jawabku.

" Sebaiknya kita persiapkaan semuanya dengan sempurna, kamu tanyalah pada Kiara pesta seperti apa yang dia inginkan." Kata ibu.

" Baik ibu. Aku pergi dulu." Kataku sambil berlalu pergi.

" Kenapa kamu masih disini Dean? kerjakan tugasmu." Kata ibu yang masih terdengar olehku.

- - - - - - - - - - - - -


Alden POV


" Sedang apa kamu Filia? Kakak sibuk, jangan ganggu kakak dulu." Sudah hampir setengah jam Filia mengacak acak kamarku tanpa henti. Entah apa yang dicarinya.

" Aku bosan kak. Aku ingin sekolah lagi. Di rumah tidak ada yang bisa di ajak ngobrol apalagi main." Rengek Filia sambil menggelayut di lenganku.

" Salahmu sendiri, kenapa tidak pernah mendengarkan ayah. Jangan mencoba sihir kuno lagi, tapi kamu tetap saja menghancurkan banyak hal." Kataku lembut.

" Filia cuma ingin seperti kak Elden, dia sangat hebat, bisa semua sihir kuno." Kata Filia.

" Dia jenius Filia, kamu lihat kak Alden juga tidak bisa kan? lagipula Elden juga latihan dulu bukan langsung bisa." Kataku.

" Kak, ajak Kiara kesini ya, Filia suka mengobrol dengannya. Dia sangat penyayang dan lembut pada Filia." Kata Filia kembali merengek.

" Kan baru semalam dia kemari adik manis." Kataku.

" Ayolah kak, kalau tidak mau aku akan menyihir kamar ini menjadi hutan." Ancam Filia sengit.

" Baiklah baiklah, tapi kalau Kiara tidak mau kakak tidak bisa memaksa." Kataku.

" Iya sana cepatlah." Kata Filia.

" Kiara." kataku pelan dan segera saja aku berpindah tempat.

....


hiks..hiks...hiks...

Suara tangis. Siapa? Kiara? Ini dimana?

 Banyak pohon dan bangku bangku taman. Mungkin ini taman di kota. Tebakku asal.

" Kiara.." Panggilku pelan.

Kiara segera menoleh. Terlihat wajahnya sembab karena air mata. Ada apa dengannya?

" Al? kenapa disini?" Tanya Kiara dengan suara sengau khas orang menangis.

" Kenapa menangis Kiara?" Tanyaku khawatir. Aku duduk di sebelahnya dan mengusap kepalanya lembut.

" Al..." Kata Kiara tak selesai karena dia langsung menghambur ke dadaku dan menangis sesenggukan.

" Menangislah..." Kataku sambil memeluknya pelan.

Kenapa dengan ratuku. Sangat tidak menyenangkan melihatnya sedih seperti ini.

" Al..." Panggil Kiara di sela tangisnya.

" Iya ratuku." Jawabku lembut.

" Aku benci Daniel." Kata Kiara lagi.

" Daniel? Kenapa? Apa dia yang membuatmu menangis Kiara?" Tanyaku.

" Dia kembali jadi Daniel yang dulu. Aku tidak suka dia jutek lagi padaku. bahkan,, sekarang dia lebih dingin dari sebelumnya. Aku tidak mau dia mendiamkanku seperti ini Al." Kata Kiara sesenggukan.

" Jadi kamu menangis karena Daniel mendiamkanmu?" Tanyaku.

" Itu... itu... tidak tahu... disini,, rasanya sangat sakit." Kata Kiara sambil menyentuh dadanya.

Aku memandang kedua mata Kiara dalam.

" Kamu mencintainya Kiara." Kataku.

" Eh?" Tanya Kiara tak paham.

" Rasa sakit itu, karena kamu mencintainya."


* * * * * * * * * * * * * * * *


to be continue ^_^





Minggu, 23 Juni 2013

Fairy Tale Chapter 19 The Dinner







Kiara POV


Aku mulai merasa panik saat ku dengar suara orang orang sedang mengobrol santai dari arah ruang keluarga di istana iblis ini. Aku mengeratkan pegangan tanganku di lengan Alden. Rasa gugup semakin menjadi jadi di dalam dadaku.

Lagi lagi aku harus menghadap raja dan ratu dunia lain seperti ini. Saat dulu berkenalan dengan raja dan ratu dunia peri, semua lebih mudah karena kejadiaannya terjadi secara tidak sengaja, sedangkan kali ini. Raja Anthoni -begitu katanya nama ayah Alden- secara resmi mengundangku kemari. Jelas aku jadi gugup. Apalagi melihat Alden berpakaian resmi seperti ini. Pasti anggota keluarga yang lain juga tak jauh berbeda.

" Siap?" Tanya Alden saat kami berhenti di depan pintu ruang keluarga.

Aku menghela nafas panjang....." Siap"

Alden membukakan pintu untuk kami dan... ruangan yang tadinya berisi suara suara obrolan ringan mendadak terhenti seiring masuknya kami ke dalam ruangan. Semua mata sekarang tertuju padaku. Ya,, hanya 4 pasang mata, tapi tetap saja bagiku ini membuat gugupku bertambah parah.

" Pernalkan, ini Kiara.. Ratu tiga Dunia." Aku menahan nafas saat Alden memperkenalkan diriku. Aku tak tahu, seperti apa iblis akan bereaksi. Ya.. Yang dari tadi membuatku gugup memang karena fakta bahwa mereka adalah "iblis". Walaupun Alden sudah menjelaskan tidak semua mereka jahat. Tapi tetap saja, harus berhadapan dengan "keluarga iblis" berhasil membuatku berkeringat dingin.

 Aku menunduk santun memperkenalkan diriku.

" Silahkan duduk Kiara." Seorang wanita anggun -yang aku yakin adalah ibunda Alden- mempersilahkan aku duduk di kursi kosong di sampingnya.

Aku menoleh pada Alden meminta pendapatnya, dengan senyum geli Al mengangguk.

Aku langsung berjalan lurus menuju kursi di samping ratu tanpa menoleh sedikitpun. well, aku memang takut kalau saat aku mengedarkan pandanganku, aku akan melihat raja Iblis, meskipun aku yakin dia pasti jauh dari kata menyeramkan, tapi entahlah,, salahkan nenek moyang manusia yang selalu menggambarkan sosok iblis sebagai makhluk menyeramkan yang sekarang membuatku berada dalam ketakutan yang sebenarnya tak perlu.

" Jadi ini ratu Kiara." Suara berat yang berwibawa segera menyapaku ketika aku baru saja duduk di sebelah ratu. Aku menoleh ke arah sumber suara. " Suatu kehormatan ratu mau berkunjung ke dunia kami." Kata sang raja sambil memandangku lembut dan ramah. Garis garis rahangnya mirip dengan Alden. Mata dan cara tersenyumnya juga sama. Ketakutanku langsung menguap setelah di sambut dengan senyum sehangat matahari.

" Justru saya yang merasa sangat tersanjung karena raja sudi mengundang saya kemari." Kataku yang kemudian terkejut karena kata kata resmi yang baru saja keluar dari mulutku sendiri.

" Kiara, perkenalkan itu ayah dan ibuku. Raja Anthoni dan ratu Esme." Kata Alden dengan nada tak kalah resmi dariku.

Ratu Esme langsung memelukku dengan hangat, "senang bertemu denganmu Kiara." Alden benar, ratu Esme tak jauh berbeda dengan mama.

Raja anthoni datang menghampiriku dan mencium tanganku dengan lembut. " Semoga ratu nyaman berada disini." Ya,, tingkahnya bahkan sama dengan Alden.

" Dan ini kedua adiku Kiara, Filia dan Elden." Kata Alden sambil menunjukkan dua orang yang sedang duduk di sebelahnya.

Mataku membesar seketika ketika melihat pemuda tegap dan gagah yang duduk di sebelah Alden, bukan karena wajahnya yang luar biasa tampan, tapi... Wajahnya sama persis dengan Alden!

" Ya, dia saudara kembarku Kiara." Jawab Al yang melihat keterkejutanku. Oh,, tentu saja.

" Hai ratu." Kata Elden sambil berjalan mendekatiku. " Kamu jauh lebih cantik dari yang ku bayangkan." Kata Elden lalu dia mencium tanganku. " dan juga sangat manis." Lanjutnya sambil mengedipkan sebelah matanya. Oh oh oh, dia.... tipe penggoda.

" Minggir kak." kali ini Filia yang ada di depanku. Dia mendorong kakaknya ke samping dan langsung menarikku berdiri. " Ratu! Kau benar benar keren dan cantik." Katanya sambil memelukku erat. Aku memandang Al dengan tatapan "ada apa dengannya?" Tapi Alden hanya menjawab dengan tawa geli dan gelengan samar.

Filia melepas pelukannya padaku dan sekarang berganti dengan menggandeng kedua tanganku. " Ratu, aku sudah banyak membaca tentang ratu tiga dunia. dan kau tahu? rasanya benar benar menakjubkan saat hal yang biasanya hanya bisa di baca dalam buku tiba tiba berdiri di hadapanku. Hahhh, ratu harus sering sering kemari. Aku akan menceritakan banyak hal tentang dunia kegelapan." Kata Filia panjang lebar. Dia tipe orang yang cepat akrab. Dari sinar matanya aku sudah bisa melihat bahwa dia sangat ceria dan bersahabat. Dia tipe adik yang sangat ingin ku miliki. Sebagai anak tunggal, kadang kadang ada saat menyebalkan sendirian dan tak ada yang bisa di ganggu untuk sekedar mengusir kebosanan.

" Filia, kembali ke tempatmu." Perintah raja Anthony lembut.

" Tapi ayah,,,," Sanggah Filia.

" Biarkan ratu duduk dan kembalilah ke tempatmu." Kata raja tegas. Kali ini gadis kecil itu menurut dan duduk di antara Al dan El. Kalau di dunia manusia sekarang Filia mungkin sedang kelas 2 smp. Apa iblis juga sekolah ya? Haha entahlah.

 " Jadi ratu Kiara, bagaimana perasaanmu saat tahu kalau kamu adalah ratu tiga dunia?" Tanya ratu Esme dengan sangat lembut. Cara bicaranya benar benar membuat orang lain nyaman untuk mengobrol lama dengannya.

" Ehmm, Takut. Itu yang ku rasakan." Jawabku dengan lancar, seperti aku sedang mengobrol dengan mama, tak ada kecanggungan sedikitpun walaupun kami baru pertama kali bertemu. " Berbeda dengan dunia peri dan kegelapan. Di dunia manusia peri dan iblis hanya di anggap mitos. Saat aku tahu bahwa semua itu nyata saja sudah membuatku cukup terguncang, apalagi kenyataan bahwa aku adalah ratu dari semua itu. Rasanya... Menakutkan!" Jawaku jujur.

Ratu Esme melingkarkan sebelah tangannya pada bahuku. Mengusapnya pelan berusaha menenagkanku. " Jangan takut ratu Kiara, akan ada banyak orang yang berada di sisimu. Membantu dan melindungimu." Kata ratu Esme lembut.

" Sudahlah, kenapa ruangan ini jadi berselimut sedih? Cerialah ratu. Kami mengundangmu untuk membuatmu senang." Kata raja Anthony. Aku hanya menjawabnya dengan senyuman.

" Jadi, apa kamu sudah punya kekasih Kiara?" Hampir saja aku mengira Alden yang bicara, jika saja aku tak melihat bibir mana yang bergerak mengucapkan kata kata itu dan tak lupa mengedipkan sebelah matanya. Hahh, Elden!

" Belum." Jawabku jujur.

" Bohong ah." Kata El dengan senyum jahil.

" Kenapa kau pikir begitu? Aku bahkan belum pernah pacaran sekalipun." Jawabku. Terlewat jujur mungkin.

Ku lihat mata El melebar terkejut, sedang Al terlihat santai saja mendengar ucapanku.

" Wow cool." Teriak Filia tiba tiba. " Kiara, saat ku lihat kamu dengan dress seperti itu, ku pikir kau adalah gadis pesolek yang suka sekali kencan seperti pacar pacar Elden! Ternyata kau bahkan belum pernah pacaran! Aku semakin menyukaimu Kiara. Kamu sependapat denganku kan? kalau kita tidak butuh yang namanya laki laki." Kata Filia tanpa bisa di sela.

Aku hanya bisa tersenyum heran mendengar kata kata Filia, yahh dari caranya berpakaian memang terlihat kalau dia sangat tomboy, untuk ukuran seorang putri raja, harusnya dia memakai gaun cantik seperti yang ku kenakan ini, tapi dia malah memilih memakai celana jeans dan kemeja lengan panjang yang di gulung sampai siku. Tapi aku tak menyangka dia akan berkata begitu padahal dia punya dua kakak laki laki.

Filia langsung mendapat pelototan tajam dari kedua kakak kembarnya.

" Eh,, maksudku bukan laki laki pada umumnya, maksudku... kita tidak butuh pacar, benarkan Kiara?" Ralat Filia yang meringis takut di pelototi dua makhluk tampan di kedua sisinya.

" Kau masih terlalu kecil untuk bicara seperti itu, adik manis." Kata Alden gemas.

" " Kakak! Umurku sudah 28 tahun. Jadi berhenti memanggilku adik manis!" Kata Filia yang berhasil membuatku tersentak kaget. Ku kira dia masih berumur 15 tahunan. Tapi mana mungkin wajahnya masih semuda itu?

" Filia? benar umurmu 28? Aku saja baru mau 17. Kau bahkan terlihat lebih muda dariku." Tanya penasaran.

" Kiara, umur iblis dan manusia berbeda. Umur kami relatif lebih lama dari manusia. jika manusia hanya 80-90 tahunan. Kami bisa mencapai 160, bahkan ada yang sampai 200 tahun. Jadi, walaupun fisik kita seumuran, umurku 2x lebih tua darimu. Kau tahu? Aku berumur 35 tahu sekarang." Terang Alden. Hemm sekarang aku paham. Karena umur mereka relatif lebih lama, jadi perkembangan fisik mereka jadi lebih lambat.

Huftt, kenapa Elden dari tadi terus memandangiku????? Menyebalkan! Apa dia tidak tahu kalau dipandangi dengan intens itu bisa membuat orang tidak nyaman dan salah tingkah?

Aku membuang pandangan keluar jendela. Kalau tidak ada raja dan ratu di ruangan ini, aku pasti sudah melemparkan sepatuku tepat ke mata Elden agar dia berhenti memandangiku. Bukan dia tidak sopan atau apa, seumur hidup baru Daniel dan Veon yang memandangku dengan cara seperti itu. Aku tidak ingin bertambah 1 orang lagi yang akan menjadi beban pikiranku. Sekarang saja aku belum bisa menentukan sikap pada Veon dan Daniel.

Eh? Kenapa dari tadi di luar gelap ya? Tadi saat di dunia peri masih terang kan? Tadi saat aku baru sampai ke kamar Alden juga di sini sudah gelap.

" Maaf, kenapa di luar sudah gelap ya? Harusnya sekarang kan masih sore? Harusnya matahari belum tenggelam kan?" Tanyaku pada semua orang di ruangan ini.

Sejenak ruangan menjadi hening.

" Ratu Kiara." Raja memanggil namaku lembut.

" Ya?" Jawabku menoleh ke arah raja.

" Apa kamu tahu kenapa dunia kami di sebut dunia kegelapan?" Tanya raja Anthoni.

" Karena penghuninya adalah iblis?" Jawabku polos.

Raja Anthoni tersenyum kecut. " Kalau begitu harusnya dunia kami di sebut dunia iblis, bukan dunia kegelapan." Jawab Raja Anthoni.

" Lalu kenapa?" Tanyaku.

" Dunia kami di sebut dunia kegelapan, karena dunia kami memang gelap. Tak pernah ada cahaya matahari di dunia kami." Jelas raja Anthoni

Aku tertegun mendengar kata kata itu. Tak ada cahaya matahari? seumur hidup mereka dalam kegelapan?

" Semua bangsa iblis, tidak tahan terhadap matahari. Kami bisa mati kalau berada di bawah terik matahari langsung." Lanjut raja Anthoni. Ya, aku tahu bagian ini.

" Maka dari itu, ribuan tahun yang lalu, leluhur kami membuat perisai langit yang menyelubungi seluruh dunia iblis agar sinar matahari tidak masuk ke dunia kami. Sejak saat itu, dunia kami jadi gelap. Tak pernah tersentuh matahari. Makanya dunia iblis sekarang di sebut dengan dunia kegelapan." Kata raja Anthoni.

Aku terdiam mendengar cerita itu. Kalian tahu? duduk di bawah matahari pagi itu sangat menyenangkan bukan? Juga menyehatkan. Dan lagi, semua juga jadi terlihat indah di bawah sinar matahari. Aku tidak bisa membayangkan kalau aku harus hidup tanpa pernah merasakan hangatnya cahaya matahari.

" Lalu,.. Bagaimana kalian hidup? Tanaman, hewan, bukankah mereka butuh sinar matahari? Darimana kalian mendapatkan makanan kalau bahkan tak ada tumbuhan yang bisa hidup di tanah kalian?" Tanyaku panjang lebar.

" Kamu lupa Kiara? Kami bisa sihir. Kalau hanya sekedar makanan. Itu perkara mudah." Jawab Alden. Oh.. tentu saja, bagaimana aku bisa lupa? Dengan sihir apapun bisa kau dapatkan.

" Sebaiknya sekarang kita makan." Ajak ratu Esme yang langsung di ikuti anggukan oleh semuanya.

Kami beranjak menuju ruang makan yang tak jauh dari ruang keluarga tempat tadi kami mengobrol. Ruang makannya tak terlalu besar, mungkin ini memang ruang makan khusus untuk anggota keluarga saja. Tapi.... ruangan ini benar benar menakjubkan! Apa kalian ingat film Harry Potter? Kalian pasti akan merasa sedang berada dalam film itu jika memasuki ruangan ini. Langit langit di atas ruangan ini di sihir menyerupai langit senja lengkap dengan burung camar yang terbang rendah menuju matahari terbenam. Aku akan mengira sedang makan malam di ruangan terbuka jika saja mataku tak melihat dinding yang mengelilingi ruangan ini.

" Kau suka?" Tanya Elden yang entah sejak kapan berada di sampingku. Aku duduk di samping ratu Esme, di unung meja ada raja Anthoni dan di seberangku Alden dan Filia.

" Sangat cantik." Jawabku.

" Itu hadiah ulang tahun untuk ibu dari kami." Kata Elden.

" Kami?" Tanyaku bingung.

" Aku, Alden dan Filia. Tentu saja ini ide kak Alden, karena aku bahkan seumur hidup belum pernah melihat yang namanya matahari. Kak Alden memberi bayangan pada kami seperti apa matahari, lalu kami bertiga membuatnya di atap ini. Cukup sulit karena kami harus menggunakan sihir kuno untuk membuat gambar ini terlihat hidup dan berganti suasana sesuai aslinya."  Ya, burung camarnya benar benar terbang dan sesekali mengeluarkan suara.

" Berganti sesuai aslinya?" Tanyaku yang "lagi lagi" bingung.

" ya, saat pagi, siang sore malam. Atap ini akan berubah sesuai dengan waktu yang sebenarnya. Kalau kamu kesini pagi maka yang kamu lihat di atas sana adalah suasana matahari terbit." Jawab Elden yang terlihat mulai gemas dengan kelambananku.

" Ayo mulai makan." Kata Ratu Esme.

Dengan sigap para pelayan membukakan tutup makanan di depan kami, dengan sihir tentunya. Di meja makan terhidang aneka masakan jepang yang sangat menggoda lidahku. Dari teriyaki, sashimi, tamago dan teman temannya, terhidang manis di meja.

" Darimana kalian tahu kalau aku suka masakan jepang?" Tanyaku heran. Aku memang penggemar no.1 masakan jepang.

" Daniel tentu saja." Jawab Alden.

"Oh." Jawabku. Dan tanpa menunggu lama aku langsung makan dengan lahap.

- - - - - - - - - - - - -


Daniel POV


" Kiaraaaa!" Ahhh aku benar benar frustasi.

Bagaimana bisa dia pergi begitu saja dengan Alden padahal dia tahu kalau aku masih menunggunya di istana. Hanya meminta Veon untuk menyampaikan pesan padaku. Apa dia benar benar tak punya perasaan apapun padaku? Bahkan setelah dia tahu aku mencintainya, dia tetap bersikap cuek seperti itu?

Ahhhhhhh

.....

Ini yang ku takutkan..

Apa dia mulai merasa tidak nyaman bersamaku dan mulai menghindariku?

.....

Sakit Kiara.... Perlakuanmu membuat hatiku sakit....

- - - - - - - - - - - - -


 Elden POV


 " Berminat untuk menginap?" Tanyaku pada Kiara saat kami sedang duduk di teras di samping ruang makan.

Kiara diam memandangku cukup lama tanpa bersuara.

" Kau bercanda?" Tanya Kiara sambil mencibir. Wajahnya jadi terlihat sangat lucu.

" Tentu saja tidak, ada banyak kamar tamu disini, lagipula,, kamarku cukup luas jika kau tak ingin tidur sendirian." Kataku sambil tersenyum jahil.

Ouchh, Kiara langsung menghadiahiku dengan pukulan di bahu dan tatapan membunuh.

" Kau dan Alden. Wajah kalian sama persis. Tapi bagaimana mungkin kau bisa sangat kurang ajar sedangkan Al bersikap sangat manis." Kata Kiara sengit.

" Hahaha, kau tahu aku hanya bercanda Kiara." Kataku ringan.

" Dan candaanmu sangat tidak lucu El!" Kata Kiara yang masih setia dengan wajah cemberutnya.

" Masa? Menurutku sangat lucu." Jawabku sambil mengedipkan sebelah mata. Entah kenapa, Kiara selalu terlihat salah tingkah jika aku mengedipkan mataku padanya. Dia benar benar manis.

" Kiara..." Uh,,, Filia berteriak memanggil Kiara sambil berlari kemari. Mengganggu saja.

" Ada apa?" Tanya Kiara ramah. Sepertinya ratu menyukai adik perempuanku ini.

" Kiara, apa kamu mau belajar sihir bersamaku? Aku baru saja menemukan buku kuno...." Aku langsung memutus kata kata Filia.

" Tidak lagi Filia, terakhir kali kau mencoba sihir kuno. Kau hampir meruntuhkan separuh istana ini." Potongku.

" Benarkah?" Tanya Kiara dengan mata melebar.

" Ya. Dan hampir setiap hari dia menghancurkan barang barang dengan sihirnya." Tambahku.

" Aku tidak seperti itu kak." Filia merengut mendengar kata kataku.

" oh iya Kiara, apa kamu sudah bisa sihir?" Tanyaku.

" Belum." Jawabnya sambil tersenyum. " Kata Alden aku sangat lambat. Dengan tenggang waktu yang tinggal sebulan harusnya aku sudah bisa sihir." Lanjut Kiara.

" Apa sudah pernah mencobanya?" Tanyaku.

" Eh?" Tanya Kiara tak mengerti.

" Sihir. apa lagi?" Tanyaku gemas.

" Sudah ku bilang aku belum bisa sihir." Kata Kiara tak kalah gemas dariku.

" Kamu tak akan tahu kalau belum mencobanya." Kataku. " Coba kamu arahkan tanganmu ke arah pot itu dan ucapkan feror."

Kiara hanya memandangku tak paham.

" Cepat Kiara, katakan feror." Pintaku lagi.

Kiara menurut, menangkat tangannya dan mengarahkannya ke arah pot di depan kami lalu "feror" Katanya lirih.  Tapi tak terjadi apapun. Hemmm, memang benar benar belum bisa ternyata.

" Sudah ku bilang aku belum bisa sihir." Kata Kiara cemberut.

" Setiap pagi kamu harus mencobanya. katakan feror pada benda apapun yang ada di depanmu. kalau benda itu melayang berarti kamu sudah bisa sihir." Perintahku padanya. Kiara hanya mengangguk antusias.

" Kiara, sudah waktunya pulang." Kata kak Alden yang entah sejak kapan ada di sebelahku. AKu tak menyadari kehadirannya.

" Nanti kak. Filia belum puas mengobrol dengan Kiara." Kata Filia merengek.

" Tidak bisa Filia. Aku tidak mau besok Daniel marah marah karena terlambat mengantar Kiara pulang." Kata kak Alden. Air muka Kiara langsung berubah begitu mendengar nama Daniel.

" Baiklah ayo pulang, aku mau pamit dulu dengan raja dan ratu." Kata Kiara sambil beranjak pergi.

" Aku temani ya." sahut Filia yang langsung menyusul Kiara.

" El." Panggil kak Alden ketika kami sudah berdua di teras.

" Hem?" Tanyaku.

" Aku sudah memperingatkanmu untuk tidak menggoda ratu." Kata kak Alden.

" Aku tidak menggodanya." Kataku.

" Aku hanya tidak ingin kau terluka." Kata kak Alden sambil beranjak pergi...

Aku tak begitu paham apa maksud kak Alden.



* * * * * * * * * * * * * * * *



To be continue...