Selasa, 31 Desember 2013

Destiny

"Kamu percaya takdir?" Lelaki tinggi berperawakan sedang itu bertanya pada gadis di depannya.
Gadis berkulit putih itu hanya memandang orang itu dengan heran. Mereka tidak saling kenal dan itu kali pertama mereka bertemu. Dan menurutnya, 'Takdir' bukanlah hal yang lazim digunakan untuk pembuka percakapan.

"Kenapa?" Gadis itu bertanya balik. Karena dia tidak melihat alasan baginya untuk menjawab pertanyaan itu.

"Karena aku percaya. Makanya aku ingin tahu kamu percaya atau tidak." Lelaki itu tersenyum hangat. Matanya memancarkan sinar bersahabat yang sangat kental.

"Kenapa kamu ingin tahu aku percaya atau tidak?" Gadis itu masih tak mau memjawab pertanyaan si lelaki.

Lelaki itu terdiam sejenak. Matanya mempelajari struktur wajah gadis didepannya. "Karena... Ku pikir kita berdua berdiri disini karena takdir."

Gadis itu balik menatap lelaki di sampingnya. Dengan pandangan paling heran yang pernah dia gunakan seumur hidupnya. Karena, siapa yang akan berpikir, dua orang yang sedang berdiri mengantri di depan kasir di pusat perbelanjaan yang sangat ramai dikarenakan oleh takdir? Dan hey, bukan cuma mereka berdua yang berdiri disana. Ada sedikitnya lima orang yang mengantri di setiap kasir. bahkan mereka bisa dibilang berada di tengah hiruk pikuk keramaian. Bagaimana bisa lelaki yang terlihat berpendidikan tinggi dan berwawasan luas itu berpikir bahwa mereka "dipertemukan takdir"?

"Aku nggak punya alasan untuk menjawab pertanyaanmu." Jawab gadis berumur belasan itu datar. Dia berharap orang di depannya cepat menyelesaikan transaksi agar bisa segera terbebas dari "orang aneh" ini.

"Aku hanya ingin mendengar jawabanmu. Itu saja." Kata lelaki itu lagi. Dia melonggarkan sedikit dasinya kegerahan, lebih karena ditatap gadis didepannya yang terang-terangan menampakkan ketidaksukaannya.

"Namaku Nadira. Kamu hanya ingin berkenalan kan? Lain kali lebih baik kamu langsung saja menanyakan nama daripada mengangkat percakapan basa basi yang tidak pada tempatnya seperti itu." Gadis itu berkata dengan sangat tidak ramah.

Nadira langsung membalikan badan begitu selesai berbicara. Dia tak habis pikir pada orang yang berdiri tepat di belakangnya itu. Lelaki gagah dan karismatik seperti dia, yang terlihat sangat berpengalaman soal wanita, kenapa bisa jadi sekonyol ini.

"Aku tidak tanya namamu, aku tanya kamu percaya pada takdir atau tidak?" Lelaki itu kembali menegaskan pertanyaannya.

Ya. kali ini Nadira sudah benar-benar kesal. "Memang apa urusannya sama kamu aku percaya takdir atau tidak?" Tanpa sadar suara Nadira meninggi.

"Tentu saja itu urusanku. Karena aku yakin kamu adalah takdirku." Lelaki itu ikut terpancing emosi Nadira. Namun dia masih bisa menahan suaranya agar terdengar tenang.

Nadira mendelik tak percaya pada apa yang barusan didengarnya. Sebenarnya apa sih masalah cowok ini? Stress ya dia? "Bagaimana kamu tahu kalau aku itu 'Takdir'mu?"

Tanpa di sangka, lelaki itu memegang lembut pipi kiri Nadira. "Aku sendiri tidak tahu. yang aku tahu kamu adalah takdirku." Mata lelaki itu memancarkan cinta yang berlebihan. Sampai cahayanya menyilaukan mata Nadira.

Untuk sedetik Nadira tak bereaksi. Terlalu kaget dengan perlakuan yang benar-benar diluar ekspektasinya. Dan juga... Sepertinya dia sendiri mulai mengerti dengan maksud "takdir" yang dikatakan lelaki itu. Ada perasaan asing yang baru saja menyelinap ke dalam hatinya.

"Apapun itu, aku tidak melihat ada hal yang masuk akal disini. So, Shut the hell up! Dan berhenti menggangguku lagi." Nadira memilih mengabaikan perasaan aneh itu dan kembali mengobarkan emosinya. Ditepisnya tangan orang itu dari pipinya.

Lagi-lagi, reaksi lelaki itu diluar perkiraan Nadira, dia memegang tangan kananya dengan lembut. "Percayalah padaku Nadira. Aku tidak mungkin salah. Aku berkali-kali melihatmu di dalam mimpiku."

Nadira tersenyum mengejek. "Dan darimana aku bisa percaya pada perkataanmu itu? Apa kamu semacam orang yang bisa merekam mimpimu? Kalau iya, coba perlihatkan padaku."

"Akan kuperlihatkan." Nadira membelalakan mata mendengar jawabannya. Bagaimana orang itu bisa memperlihatkan mimpinya pada Nadira?

Lagi-lagi tanpa disangka, lelaki itu menarik tangan Nadira keluar dari depan kasir meninggalkan keranjang belanjanya. Langsung menuju tempat parkir yang ada di atap gedung itu.

"Apa yang kau lakukan?" Nadira memberontak. Mencoba melepaskan diri dari orang asing yang menurutnya sedang berusaha menculiknya.

"Bukankah kamu memintaku untuk menunjukkan mimpiku. Aku akan menunjukannya jadi tenanglah dan ikut denganku." Katanya berusaha terlihat tenang, karena banyak orang yang memperhatikan mereka.

Nadira memutuskan untuk menurut. Mungkin ini keputusan yang akan disesalinya nanti. Namun rasa penasaran mengalahkan kekhawatirannya. Dia ingin tahu apakah orang yang sedang menariknya ini serius dengan perkataannya atau dia hanya orang gila yang butuh perawatan intensif.

Lelaki itu berhenti di depan sebuah mobil, yang Nadira yakin itu adalah mobilnya. Lalu membukakan pintu penumpang dan mempersilahkan Nadira masuk. Nadira ragu sejenak, namun kembali menurut dan masuk ke dalam mobil. Lelaki itu berjalan memutari mobil dan masuk ke kursi pengemudi.

Lelaki itu menyalakan mobilnya dan mulai menjalankannya dengan kecepatan sedang. Nadira mulai khawatir. "Mau kemana kita?"

"Menemui temanku, hanya dia yang bisa menunjukan mimpiku padamu." Lelaki itu mulai mempercepat laju mobilnya.

Firasat Nadira berubah buruk. "Siapa tepatnya temanmu itu?"

Lelaki itu tersenyum lembut. "Malaikat maut, dan untuk bertemu dengannya,,," Dia tak pernah menyelesaikan kalimatnya karena dalam sekejap mobil itu menerjang dinding pembatas di pelataran parkir. Mereka terjun bebas dari lantai lima gedung itu.

Slide-slide kejadian muncul tiba-tiba di kepala Nadira. Banyak kejadian dari masalalu. Namun ada beberapa yang tak di kenalinya. Dan anehnya, lelaki disebelahnya ini ada didalam bayangan itu. Kemudian, hanya gelap yang terlihat.

*******


"Kau sudah melihatnya? Mimpi-mimpiku?" Lelaki tak dikenal itu berdiri di samping Nadira. Masih dengan senyum yang sama.

Nadira tidak menjawab. Dia sibuk melihat sekelilingnya. Hanya putih yang terlihat sejauh mata memandang. "Apa aku sudah mati?"

"Belum." Lelaki itu menjawab tenang. "Tapi kita masih di alam bawah sadar."

"Ehmm" Seseorang menyela pembicaraan mereka berdua.

Lelaki itu tersenyum senang. "Ah, Nadira. Ini malaikat maut yang aku ceritakan."

"Hei Devon. Lama tidak bertemu." Orang bertubuh tinggi menjulang dengan kulit yang sangat pucat itu tersenyum aneh. Mungkin maksudnya tulus. Tapi terlihat sangat aneh dengan wajah kakunya.

Nadira memandang mereka berdua dengan tatapan bertanya. Dia masih bingung dengan semua yang terjadi.

"Jadi.." Malaikat maut mulai bercerita. "Kau ingat setahun lalu kau pernah hampir mati tenggelam kan Nadira?" Nadira mengangguk membenarkan.

"Devon punya semacam kekuatan supranatural yang sangat unik. Dia bisa merasakan keberadaan benang jodoh. Dan dulu, saat dia merasakan kekuatan benang jodohnya semakin melemah, dia mencariku dan membuat penawaran denganku."

"Mencarimu? Bagaimana caranya?" Nadira tampak bingung.

"Seperti yang dia lakukan sekarang. Nyaris mati." Sang malaikat menjawab acuh. "Dia memintaku untuk menunda kematianmu. Dia bersedia membagi sisa umurnya denganmu agar kalian punya kesempatan untuk bisa bertemu di dunia."

Nadira menatap Devon tak percaya. Bagaimana bisa dia mengorbankan umurnya sendiri demi orang yang bahkan belum dikenalnya?

"Namun ternyata, menemukanmu jauh lebih sulit dari yang dia perkirakan. Setahun ini dia berpindah-pindah berusaha keras untuk menemukanmu. Karena waktunya sangat sedikit."

Perasaan Nadira seperti diaduk-aduk mendengar penuturan malaikat itu.  "Waktunya sedikit?" Tanya Nadira penuh antisipasi.

"Ya, karena sisa umurnya sendiri hanya dua tahun sebelum dia mati." Wajah Nadira seketika memucat. "Karena sudah dibagi dua hanya ada masing-masing setahun untuk kalian."

Kesunyian menyelimuti ruang hampa serba putih itu.

Devon berjalan mendekat ke arah Nadira. memegang kedua tanganya. Berbisik pelan di telinganya. "Maafkan aku karena tak bisa menemukanmu lebih awal." Nadira hanya diam. Air mata bergulir pelan di pipinya.

"Yup, waktunya sudah habis sekarang." Sang malaikat memisahkan mereka. "Aku harus membawa kalian ke alam kematian. Dan maafkan aku karena kalian harus terpisah lagi."

Sang malaikat dan Devon tiba-tiba saja lenyap dari pandangan. Nadira ketakutan sendirian di tempat itu. Hampa.




"Maaf meninggalkanmu sebentar." Malaikat maut kembali pada Nadira. "Sekarang giliranmu." Dalam sekejap mereka juga menghilang. Pergi ke alam lain.

**********


Di depan gedung pusat perbelanjaan itu banyak orang berkerumun. Sebuah mobil terjun bebas dari lantai lima. Kedua orang yang ada didalamnya tewas seketika.

Tangan mereka saling menggemgam dengan erat sampai tim penyelamat kesulitan mengeluarkan mereka dari dalam mobil.

**********



The end

Rabu, 04 Desember 2013

Minggu, 01 Desember 2013

Cover book

Saya suka design!
itu motivasi awal saya untuk menekuni design cover buku ini
kenapa cover buku? karena saia ini seorang penulis juga, jadi, pasti perlu cover untuk buku saya kan... :)

ini contoh beberapa design buatanku.
Semuanya adalah Cover buku yang sedang aku tulis :)






So...
Jika ada yang berminat untuk membuat cover atau design yang lain
Feel fre to ask me :)

Senin, 11 November 2013

Fairy Tale Chapter 33 Epilogue








Author POV



5 Tahun kemudian


Gadis kecil berambut panjang bergelombang tengah berlari-lari di antara hamparan bunga di taman dunia peri.

Rambutnya menari indah tertiup angin seiring irama larinya.

" Mom, tolong Alara, Daddy terus mengejar Alara..." Gadis itu berteriak riang kepada Kiara yang duduk santai di pinggir taman sambil melihat anak dan suaminya bermain bersama.

Kiara tersenyum hangat dan melambaikan tangan pada gadis kecilnya.

Alden yang dari tadi mengejar Alara langsung meraihnya dan mencubitinya tanpa ampun. Mereka berdua berguling di antara hamparan bunga. Tertawa riang...

"Mom, apakah Alara akan jadi ratu seperti mommy?" Gadis kecil itu bergelayut manja kepada Kiara saat mereka sudah duduk bertiga di pinggir taman.

"Tidak sayang, ratu hanya muncul seribu tahun sekali." Kiara menjawab lembut.

"Jadi aku hanya akan menjadi pemegang kunci seperit daddy?" Alara memanyunkan bibirnya.

"Hey, apa maksudmu dengan 'hanya pemegang kunci' litle lady? Pemegang kunci juga merupakan pekerjaan penting." Alden berbicara dengan nada marah yang dibuat-buat.

Alara memutar bola matanya mendengar perkataan Alden. "Mom, kenapa mom lebih memilih daddy yang cerewet ini? Om Daniel lebih manis dan lembut kan?" Alara berkata spontan.

Kiara dan Alden langsung terdiam mendengar ucapan gadis kecil mereka.

"Upss, tante Filia sudah memperingatkanku untuk tidak mengungkit hal ini di depan mom dan dad." Alara terlihat salah tingkah dan langsung berlari menjauh dari orang tuanya.

Sepeninggalan putrinya, Kiara tersenyum geli dan bersandar manja di dada Alden.

"Sudah lama sekali sejak peperangan..." Kiara bergumam pelan.

Alden mengecup lembut kening Kiara. "Ya... Sekarang dunia kembali tenang dan bahagia. Semua berkat kamu, ratuku..."

"Dan juga dirimu..." Tambah Kiara.

" oh iya, bagaimana akhirnya kamu tahu mantra sihir tertinggi itu Kiara?"

"Sihir tertinggi adalah cinta, bahkan tanpa mantra pun, cinta mampu mengubah hal yang tak mungkin menjadi mungkin."

"hmmm, benar juga. Lalu mantra yang kamu ucapkan dulu itu? darimana kau dapatkan?"

"Entahlah, aku hanya mengucapkan apa yang ada di dalam hatiku."

"Jadi ratu Reyna benar, asal kau percaya, mantra itu akan muncul dengan sendirinya."

"Ya, seperti itu..."

Alden memandang kiara dalam.

"Kiara..."

"Ya?"

"Sudah saatnya Alara punya adik..." Alden mengedipkan sebelah matanya.

Dengan spontan Kiara melompat menjauh dari Alden. "Al...!!!"

Alden langsung tertawa terbahak-bahak melihat tingkah istrinya. "Kau ini, Kita sudah lima tahun menikah tapi masih saja malu-malu seperti itu."





 Di sudut lain di dunia peri

Caith dan Veon sedang mengunjungi makam ibunya.

Kedunya menggandeng tangan gadis masing-masing.

Ya, mereka berdua sudah menemukan jodohnya.

Peri dengan sayap yang sama dengan mereka.

"Ibu... Restuilah hubungan kami..." Caith berkata ringan.

"Restui kami juga ibu, lihat kekasihku, dia cantik kan..." Veon juga tak mau kalah dengan kakaknya.

Dan mereka berempat tertawa senang, mereka sudah berencana akan menikah bersamaan.





Di dunia Iblis

Filia dengan kecepatan tinggi menyeret Elden untuk masuk ke dalam istana

"Kakak,,!! Berhentilah merayu gadis-gadis murahan itu. Kau benar-benar memalukan."

"Apa salahnya? Mereka cantik dan seksi..." Elden menjawab cuek."

"Berhenti dan menikahlah. Sekarang kau sudah punya keponakan jadi jaga sikapmu! Aku tidak mau Alara terkena pengaruh buruk darimu!"

Elden dengan gemas mencubit kedua pipi Filia. "Dasar cerewet!!! hahaha.."

Dan dengan tertawa keras dia berlari meninggalkan Filia yang sebal setengah mati.






Di dunia manusia...

Sarah Vina dan Vani duduk bertiga di bangku taman universitas tempat mereka belajar.

Ini tahun terakhir mereka menuntut ilmu.

"Sudah lima tahun tapi aku masih belum punya keberanian untuk menemui Kiara..." Sarah tertunduk murung.

"Kiara sudah memaafkanmu Sa, Minggu lalu dia berkunjung bersama Alara dan Alden. Dia juga ingin menemuimu tapi kami bilang kamu masih belum siap bertemu dengannya." Sahut Vani.

"Aku benar-benar tidak pantas menjadi sahabatnya. Aku malu dan juga sangat menyesal..."

"Sudahah Sa, maafkan dirimu sendiri. Kiara sudah lama memaafkanmu." Vina ikut menimpali.

Sarah tersenyum tipis. "Akan ku coba..."

"Gitu donk...!!" Vina dan Vani tertawa lepas mendengar jawaban Sarah.






Tak jauh dari sana, Daniel sedang termenung sendirian...

"Kiara... Aku masih mencintaimu dan tidak tahu bagaimana caranya melupakanmu..."

Senyum tipis terkembang di bibirnya.

"Teruslah berbahagia. Aku juga akan menemukan bahagiaku... kelak..."



Dan tawa akan terus ada

besok,.. lusa,.. atau 50 tahun lagi...

hanya akan ada kebahagiaan di muka bumi.

Kedamaian antar dunia yang akan tetap terjaga selama sang ratu masih ada...






Cinta adalah kekuatan paling dahsyat yang ada di muka bumi.....
                                                                                  - Kiara_Queen of the tree world -





====The End===








Fairy Tale Chapter 32 Final War











 The world is indeed full of peril and in there are many dark places.
but still there is much that is fair.
And though in all lands, love is now mingled with grief, it still grows, perhaps, the greater.
J.R.R Tolkien. -The Lord of The Ring-


Author POV



Kiara memeluk Alden begitu erat. Tubuhnya semakin melemah.

"Al... Tidak... Jangan tinggalkan aku Al... Aku membutuhkanmu... Aku... Aku..."

Sedetik yang lalu... aku baru saja jatuh cinta padamu... Kau berhasil menyentuh hatiku...

Dunia serasa berhenti di sekiling Kiara, yang ada di pikirannya hanya Alden. Keselamatannya..

Lux Vitae...

Sebuah mantra muncul begitu saja di dalam benak Kiara. Tanpa pikir panjang dia langsung mengucapkan mantra itu dengan segenap hatinya. Berharap Alden bisa selamat...

"Lux Vitae...." Seluruh tubuh Kiara langsung berpendar keperakan begitu dia selesai mengucapkan mantra itu.

Alden yang sudah semakin melemah hanya bisa memandang takjub pada Kiara.

Kiara memeluk Alden begitu erat. Mencoba mengalirkan energi yang begitu besar di dalam dirinya.

Perlahan Kiara melepas pelukannya pada Alden. Tubuh Alden sekarang diselimuti oleh cahaya. Kiara membaringkan Alden di tanah. Mata Alden sudah tertutup. Tapi Kiara tahu Alden belum mati. Alden masih bisa selamat. Atau... seperti itulah harapannya.

Lux Vitae... Cahaya Kehidupan... Selamatkan Alden.. Aku mohon...

Kiara meninggalkan Alden yang terselimuti cahaya. Dia memasrahkan semuanya pada takdir. Sekarang saatnya bertempur...!!!

-----------------------


Veon dan Caith berdua berdiri di hadapan Lamia.

Pedang Veon menempel setia di leher Lamia. Siap menebasnya kapan pun. Mereka berhasil menyingkirkan tongkat sihir dari tangan Lamia, sehingga sekarang dia sudah tidak berkutik lagi.

"Jawab bibi, kenapa kau membunuh ibu? Ibu sangat menyayangimu seperti saudaranya sendiri. Bagi ibu, bibi adalah sahabat setianya. Kenapa bibi tega membunuh ibu?" Caith bicara berapi-api.

"Sahabat? cihh. Sahabat macam apa yang berani menusuk dari belakang? Dia mencuri Eferhard dariku. Dia bukan temanku. Di mataku dia hanya seorang pencuri."

"Ayah? Apa maksud bibi ibu mencuri ayah dari bibi?" Caith terlihat tidak dapat memahami Lamia.

"Ya, Eferhard dulu adalah kekasihku, tapi Kayla merayunya sampai akhirnya Eferhard mau menikah dengannya."

"Kau salah bibi Lamia." kali ini Veon angkat bicara. " Itu semua hanya khayalanmu. Kau sendiri sebenarnya menyadari, ayah tidak pernah menaruh hati padamu. kau tahu betul cintamu bertepuk sebelah tangan. Kau hanya menyalahkan ibu atas kesalahan yang tak pernah dia lakukan. Kau hanya iri pada ibu kan bibi..."

"Tidak!! Kayla adalah pengkhianat!!!"

Lamia berteriak histeris, Veon melepaskan pedangnya dari leher Lamia. Membunuhnya hanya akan membuat dirinya tidak berbeda dengan para iblis itu.

------------------------


Iblis-iblis itu mundur selangkah begitu melihat Kiara mendekat ke arah mereka. Tubuh Kiara masih berpendar keperakan. Kedua sayapnya terbentang sempurna di belakang punggungnya.

Kiara sedikitpun tidak tersenyum. Matanya menatap lurus pada Ken. Iblis yang sudah mengutuk Alden.

"Ratu kita sedang marah..." Ken tersenyum mencibir. Sepertinya dia memang selalu menggunakan kata-kata untuk menyerang psikologi lawannya terlebih dulu.

"Menurutmu begitu?" Kiara berkata dengan sangat tenang. Bahkan Kiara sendiri heran darimana datangnya ketenangan luar biasa yang tidak mungkin di miliki oleh dirinya yang biasa.

Kiara mengangkat tangannya, bersiap mengucapkan mantra.

Kelima iblis itu juga bersiap menyerang Kiara secara bersamaan.

Elden dan Filia langsung mendekat untuk membantu Kiara.

"Maledicto mortis.." Kelima iblis itu serempak mengucapkan kutukan kematian untuk Kiara.

Elden dan Filia menggumamkan mantra yang sama untuk melawan mantra iblis-iblis itu.

Dan Kiara...

"tenebras extinctum lumen substituitur a..." Sihir tertinggi.... Akhirnya dia mengetahui mantra sihir tertinggi...

Cahaya keperakan yang berpendar pada tubuh Kiara menyebar dan meluas. Mengisi setiap inchi bagian dunia. Kegelapan sirna dalam sekejap. Benang-benang merah yang tercipta dari mantra kutukan kematian memudar tanpa bekas.

Seluruh alam menunduk takjub pada kemampuan sang ratu.

Kegelapan sirna...

Kekuatan jahat lenyap dari muka bumi...

Tergantikan dengan cahaya yang membawa kedamaian dan cinta....

--------------------




Kiara, Daniel, Veon, Caith, Elden dan Filia, terduduk lemah di depan Alden yang masih terbaring di tanah.

Tubuh Alden masih di selimuti cahaya, tapi dia tak bergerak sedikitpun.

Kelima iblis itu lenyap begitu saja ketika Kiara menggunakan sihir tertinggi. Sedangkan Lamia dan pengikutnya kehilangan kemampuannya dan di giring ke penjara.

"Kemana hilangnya iblis-iblis itu?" Filia memecah keheningan. Tapi matanya tak lepas dari tubuh kakaknya yang terbaring diam.

"Ke neraka. kemana lagi?" Elden menjawab sekenanya.

"Ya,, mereka seharusnya memang sudah mati ratusan tahun yang lalu. Mereka menjadi abadi karena pengaruh sihir gelap yang sangat kuat. Begitu sihir itu lenyap. otomatis mereka semua langsung mati." Terang Kiara.

"Caith, Veon,, aku turut berduka atas kematian ratu Kayla. Maafkan aku yang tak bisa berbuat apapun untuk kalian..." Lanjut Kiara.

Caith dan Veon hanya mengangguk lemah.

"Tidak apa-apa, ini sudah takdir..." Jawab Caith lirih.

Hari sudah mulai gelap..

Tapi Alden tetap tak sadarkan diri. Tubuhnya masih tetap di selimuti cahaya.

Semua orang mulai terlihat khawatir.

"Kalian semua pulang dan beristirahatlah. Biar aku yang menjaga Alden." Kata Kiara.

Semua mengangguk mengerti. Dari nada bicara Kiara, semua paham kalau dia hanya ingin berdua saja dengan Alden.

Satu per satu dari mereka pergi meninggalkan tempat itu, hingga hanya tersisa Kiara dan Alden.

"Leva..." Kiara menyihir Alden agar bisa mengangkatnya dengan mudah dan membawanya masuk ke dalam rumah ratu Reyna. Sekarang Alden adalah suaminya, jadi dia juga bisa masuk ke dalam rumah ratu Reyna.

Kiara membaringkan Alden di ranjang. Al tidak bergerak sedikitpun. Namun tubuhnya masih berlumuran cahaya.

Kiara berbaring disisi Alden. Memandang wajah suaminya dengan kepedihan hati yang dalam.

"Apa kau akan meninggalkanku seperti ini Al?" Rintih Kiara pelan.

"Apa kau akan meninggalkanku setelah membuatku jatuh cinta?"

Setetes air mata meluncur pelan di kedua pipi Kiara.

"Al..."

Kiara tersedu,,,

Kini tangisnya pecah, menggema di setiap sudut rumah itu. Mencoba membangunkan Alden yang terbaring tanpa daya...


Kekasihku...
Bangun dan dengarkanlah aku.
Apalah artinya diriku tanpa ada kamu disisiku?
Kamu pun tahu betapa rapuhnya aku tanpa kehadiranmu
Kamu yang lebih tahu apa yang harus dan tidak harus ku lakukan.
Rajaku...
 Bangun dan dengarkanlah aku
Aku membutuhkanmu disisiku...
Berdua, selamanya..
Merajut rasa yang tertuang di hati kita
Suamiku...
Bangun dan dengarkanlah aku
Aku mencintaimu
dan aku ingin kamu tahu itu

----------------------------------------

To be Continue...

Fairy Tale Chapter 31 War part 2









Author POV


Daniel Veon dan Filia langsung tiba di dalam penjara tempat Caith dan yang lainnya di tahan.

 "Daniel..." Caith berkata spontan.

"stttt" Daniel memberi instruksi untuk diam.

"Dimana ibu dan tante?" Daniel berbisik.

"Di ruangan sebelah. Kita harus cepat sebelum ada yang kesini."

Filia langsung melakukan teleport ke ruangan sebelah lalu daniel langsung membawa mereka ke istana dunia kegelapan. Penyelamatan yang sangat mudah.

Daniel Veon Caith dan Filia kembali lagi ke dunia peri untuk membantu peperangan.

-------------------



 "Ken..." Wajah Alden menegang. Tak mengira para iblis itu akan menghadang mereka disini.

"Kenapa pangeran Alden? Ah,, atau sekarang harus ku panggil raja tiga dunia??" Ken tersenyum mengejek pada Alden.

"Ken sudah hentikan basa basinya." Darren, salah satu iblis terkutuk yang kemarin terluka parah itu terlihat tak sabar. "Suruh ratu kalian keluar, aku sudah tak sabar ingin melawannya."

Alden langsung mengambil ancang-ancang demi mendengar nama Kiara di sebut. "Kalian tak akan bisa melukai ratu sedikitpun selama aku masih hidup."

"Augue." Alden mulai menyerang kelima iblis itu. Bola api besar melesat cepat ke arah ken. Tapi hanya dengan kibasan tangannya, bola api itu lenyap tanpa bekas.

"Apa kau belum mengerti juga Al? Kami tak akan bisa di lukai dengan sihir rendahan seperti itu." Ken kembali mencibir.

"Maledicto mortis" Elden menggunakan kutukan kematian dan benang-benang merah pun melilit tubuh Darren. Meski mereka tidak mati, setidaknya kutukan kematian bisa membuat mereka kesakitan.

"Semuanya, serang dengan kutukan kematian." Alden memberi instruksi kepada semua prajuritnya.

 "Maledicto mortis." Semua prajurit menyerang dengan kutukan kematian seperti yang di perintahkan Alden. Kelima iblis terkutuk itu terjerat ribuan benang merah sampai mereka kesakitan.

"Kiara, keluarlah..." Alden berteriak di depan gerbang rumah ratu Reyna berharap Kiara segera keluar. Tapi tak nampak gejala keberadaan Kiara disana.

Satu per satu benang merah yang membelit para iblis mulai terputus. Rupanya iblis terkutuk itu mulai bisa melepaskan diri jari jeratan mantra dan mengembalikan kutukan kematian pada yang merapalkan mantranya.

Para prajurit mulai tumbang. Alden mulai khawatir dengan jumlah mereka yang semakin habis.

"Ignis." Filia yang baru datang bersama Veon Caith dan Daniel langsung menyerang dengan sihir tinggi. Tapi seperti yang lainnya, sihir itu tak berpengaruh pada ken dan yang lainnya.

"El, mantrai pedang ini, aku dan Veon akan terbang mendekat ke arah mereka." Caith menyerahkan pedang kepada Elden lalu dia memantrainya agar pedang itu bisa melukai si iblis. Karena, pedang biasa tak akan mampu menggores iblis sedikitpun.

Caith terbang cepat ke arah Dior, salah satu iblis terkutuk yang terlihat paling tua. Dan Veon melesat terbang menyerang Arsya, satu-satunya iblis terkutuk wanita tapi justru terlihat paling kejam dan bengis. Tapi dengan mudah serangan mereka bisa di tangkis dengan tangan kosong.

"El, apa mantra mu juga berlaku pada senapan ini?" Daniel mengeluarkan pistol berlaras pendek dari balik bajunya. Entah dari mana dia mendapatkan senjata itu."

"Hemm, barang bagus Dan,," Elden tersenyum senang dan mengambil pistol itu lalu memantrainya agar mampu membunuh iblis itu.

Daniel menembakkan pistol ke arah Ken, peluru tepat mengenai perutnya. Tapi,,, dia hanya terjatuh sebentar lalu bangkit lagi. Hanya luka kecil yang tampak tak berarti bagi Ken. Mereka benar-benar tak bisa mati.

Mereka menyerang mati-matian. Ini adalah pertempuran final. Salah satu pihak harus keluar menjadi pemenang. Tak akan ada yang menerima hasil seri.

"Ken, panggil bantuan." Sam, salah satu iblis terkutuk yang tak kalah tampan dengan Ken mulai terlihat kewalahan dengan serangan bertubi-tubi yang di terima nya. Badannya penuh luka.

"Baiklah-baiklah." Ken yang di suruh masih terlihat tenang. Dia memang terlihat yang paling kuat di antara yang lainnya.

"Kiara,,, kenapa kau belum muncul juga? Apa yang terjadi padamu?" Alden terlihat khawatir di sela-sela pertempuran. Matanya tak pernah lepas dari mengawasi pintu gerbang rumah ratu Reyna.

Tak berapa lama Lamia dan pengikutnya muncul membantu para iblis dalam pertempuran. Alden dan yang lainnya di buat kewalahan sekarang. Peri-peri itu menyerang tanpa mengenal rasa takut.

"Sarah??" Daniel tercengang begitu melihat Sarah berdiri di hadapannya. Dengan sayap hitam bertenger sempurna di belakang punggungnya dan tongkat sihir kecil tergenggam di tangannya.

Sarah sendiri menatap Daniel penuh pemujaan. Dia sudah benar-benar di butakan oleh cinta.

"Halo Daniel, bagaimana aku sekarang? Aku sudah sama hebatnya dengan Kiara. Apa sekarang kau mau memandangku? Melihatku?"

"Sarah?? Apa yang terjadi padamu?"

"Aku? Aku ingin membuatmu terkesan. Aku ingin memilikimu." Mata Sarah terlihat lebih gelap dari sebelumnya. Sihir hitam telah menguasai dirinya.

-------------------------



Kiara POV


Ya, aku memang mendengarnya. Suara pertempuran di luar sana. Tapi aku tak bisa keluar tanpa membawa apa-apa. Aku masih belum tahu apa sihir tertinggi itu? Percuma saja aku keluar, aku tetap tak bisa mengalahkan iblis terkutuk itu.

Sudah ku baca lembar demi lembar buku yang ada di rumah ratu Reyna. Tapi tak ada satupun yang memberi petunjuk tentang sihir tertinggi.

Kuncinya adalah percaya...

Aku sudah mengulang kata-kata itu ribuan kali, tapi tak menemukan jawaban apapun. Setelah percaya lalu apa? Apa mantra itu akan muncul dengan sendirinya?

Kenapa semua begitu membingungkan?

Sihir tertinggi hanya bisa di gunakan oleh ratu sejati....

........

Degg....

Tiba-tiba saja kata-kata Elden dulu kembali ku ingat. Ratu sejati.... Adalah ratu yang memiliki raja...

Apa ini ada hubungannya?

Raja dan Ratu...

Pasangan...

Cinta.....

Iya,, pasti itu jawabannya...

Cinta..

Cinta adalah hal yang paling kuat yang ada di dunia

Sihir tertinggi adalah cinta...

Tapi masalahnya sekarang, aku sedikitpun tidak mencintai Alden, pasanganku...

Sudahlah... Pikirkan itu nanti. Semua sudah menunggu ku.

Setidaknya aku sudah tahu kata kuncinya.

----------------------------



Author POV


Kiara tercengang begitu keluar dari rumah ratu Reyna. Begitu banyak korban yang tergeletak di depannya. Hampir semua prajurit dunia kegelapan yang di bawa Alden sudah tewas.

Pertarungan terlihat semakin berat sebelah. Pihak Alden semakin kehabisan orang. Dan pihak para iblis mendapat bantuan dari Lamia dan pengikutnya.

"Kiara..." Daniel yang pertama kali menyadari kehadiran Kiara dan sama sekali mengabaikan keberadaan sarah di depannya. Hal itu langsung membakar amarah sarah.

"Aku sudah melakukan begitu banyak hal untuk membuatmu terkesan padaku, tapi kenapa yang ada di matamu selalu saja Kiara?!!!!" Sarah berteriak histeris. Matanya memerah penuh amarah.

 Daniel sedikitpun tak memperdulikan perkataan sarah dan berlari mendekat ke arah Kiara.

"Bagaimana Kiara, kau sudah mendapatkan mantra sihir tertinggi?"

"Entahlah, aku tidak tahu pasti." Jawab Kiara ragu. Alden yang ada di dekat situ pun ikut mendengarkan.

"Apa maksudmu Kiara? Jadi kita tetap tak bisa mengalahkan iblis-iblis itu?" Daniel terlihat frustasi.

"Dua hal yang aku tahu tentang sihir tertinggi adalah percaya dan cinta. Tapi aku tidak mengerti apa artinya itu."

"Defensiva circuli." Filia membuat lingkaran pelindung di sekitar Kiara Daniel dan Alden. "Kalian mau mati?! Jangan ngerumpi di tengah peperangan!!"

Tanpa menunggu aba-aba Daniel langsung kembali ke posisinya dan kembali bertempur.

"Tetaplah di dekatku Kiara, aku akan melindungimu. Kau berpikirlah dengan jernih. Pasti kita akan tahu jawabannya." Alden berdiri membelakangi Kiara, berbicara meski dirinya sendiri sedang bertempur.

"Bagaimana kalau aku tak bisa menemukan sihir tertinggi itu Al?"

Alden berhenti menyerang dan berbalik menghadap Kiara. lingkaran pelindung yang di buat Filia masih ada jadi mereka aman di dalamnya.

"Kiara, masihkah kau ingat perkataan ratu Reyna? Kita terpilih pasti dengan alasan tertentu. Kau, terpilih menjadi ratu dengan suatu tujuan. Lihatlah ke belakang. Betapa tegarnya dirimu saat memilihku menjadi raja, bukannya Daniel kekasihmu." Jeda sejenak, Alden membiarkan kata-katanya meresap ke dalam hati Kiara.

"Dan kenapa aku yang terpilih menjadi pasanganmu? Aku juga tidak tahu alasannya. Tapi aku percaya padamu Kiara. Kamu memutuskan dengan sebaik-baiknya. Dengan mengesampingkan ego mu sebagai seorang gadis. Dan memenuhi panggilanmu sebagai ratu tiga dunia."

"Al..."

"Bangkitkan kembali Kiara yang itu, Kiara yang begitu tegar dan bijaksana. Kiara yang memikirkan
kebaikan dunia di atas segala-galanya. Ratuku..."

Dada Kiara bergemuruh hebat. Kata-kata Alden begitu kuat mencengkeram hatinya. Begitu besar kepercayaan yang di berikan Alden pada Kiara. Kepercayaan yang bahkan tak di miliki oleh sang ratu sendiri.

"Aku mengerti..." Kiara memandang Alden dalam. Mereka begitu hanyut dalam suasana sampai melupakan peperangan. Mereka bahkan tak menyadari kalau perisainya sudah hancur.

"Aku memilihmu menjadi raja karena ini. hatimu Al... Kebijaksanaanmu..." Kiara menangkupkan kedua telapak tangannya di wajah Alden. Memandang dalam padanya, rajanya.

"Maledicto mortis.." Samar-samar Kiara mendengar mantra itu di ucapkan seseorang dari balik punggung Alden.

.....

"Kakak.....!!!! Tidak...!!!!" Filia yang juga menyadarinya berteriak histeris...

.....

Alden... Terjerat benang-benang merah kematian..

.....

Tubuh Kiara gemetar hebat. Kedua tangannya masih menyentuh wajah Alden lembut. Wajah yang semakin memucat.

"Al... Tidak...." Suara Kiara bergetar ketakutan.

"Ki,,kiara... A...ku percaya padamu...." Alden berkata terbata di antara sengal nafas terakhirnya...

 "Tidak Al... Tidak begini... Aku membutuhkanmu..." Kiara Menarik Alden ke dalam pelukannya.

"Se..lamatkan du...nia ini... ratu...."



******************


To be continue....







Fairy Tale Chapter 30 War









Kiara POV



"Kenapa kak Caith belum kembali juga?" Veon mulai tampak gelisah karena sang kakak yang tak kunjung kembali dari dunia peri.

"Benar juga, Caith tadi ingin melindungi para orang tua, tapi kenapa tak langsung kembali kesini?" Elden menimpali.

Aku tiba-tiba terlihat tegang. "Lebih baik kita ke dunia peri sekarang, siapa tahu terjadi sesuatu disana."

yang lain langsung mengangguk setuju, dan kami semua segera menuju dunia peri.

--------------------


Istana dunia peri terlihat tenang dan normal. Rombongan kami bergegas menuju aula besar, memastikan keadaan baik-baik saja.

Disana berdiri sesosok peri yang tak ku kenal, sedang memandang kotak besar persegi panjang di depannya. Wajahnya terlihat puas dan... mengerikan...

Kotak itu... Seperti peti jenazah... Apakah...

"Bibi Lamia??" Veon berjalan maju menuju wanita itu. Seringaian jahat langsung terkembang di wajah peri bernama Lamia itu.

"Veon... Kemarilah... Lihatlah ibumu yang sudah terbaring kaku ini.... Hahahahaha...."

Kami semua langsung membeku mendengar ucapan wanita itu. Apa ratu Kayla sudah meninggal??

Bagaimana bisa?

Veon berjalan gemetar menuju peti itu. Wajahnya terlihat sangat ketakutan.

"Ibu..." Veon langsung terduduk lemas begitu melihat siapa yang ada di dalam peti mati itu.

"Ibu..... Ibu..... IBUUUUU!!!!!" Veon menangis sejadi-jadinya di depan jasad ibunya. Kami semua diliputi rasa pilu.

Ratu Kayla....

Tiba-tiba saja Veon terbang cepat dan menabrak tubuh Lamia. "Apa yang kau lakukan pada ibuku? Kenapa kau membunuh ibuku!!"

Lamia kembali menyeringai kejam. "Aku membencinya Veon. Makanya dia harus mati.."

Veon langsung terbakar amarah dan menyerang Lamia membabi buta. Tapi tak ada satupun serangannya yang mampu mengenai Lamia.

Aku melihatnya, Lamia mengeluarkan tobgkat sihir dari balik bajunya. Jadi dia juga penganut para iblis terkutuk itu....

"regrediendumque." Aku langsung merapalkan mantra untuk menarik mundur Veon. Aku tak ingin dia terluka.

Lamia memandang kami semua dengan dengan tenang. "Pergilah, aku tak ada urusan dengan kalian."

"Dimana kak Caith?" Veon berteriak marah.

Lamia kembali menyeringai. "Caith menjadi tawananku sekarang. Hahahaha... Pergilah, hari ini aku sedang senang jadi aku berbaik hati pada kalian. Sebentar lagi para iblis akan tiba disini. Kalian semua pasti akan mati kalau tidak pergi sekarang..."

Veon hendak kembali menyerang tapi Alden menahannya. "Kita pergi sekarang." Perintah Al tegas. Kami memang tak akan mampu jika harus bertempur lagi. Terlalu lelah. Jumlah kami pun semakin sedikit.

Elden langsung melakukan teleport dan membawa kami ke depan rumah ratu Reyna.

 "El, apa tadi mamaku bersama dengan Caith?" Tanyaku ketika kami sudah berada di depan rumah ratu Reyna.

"Ya.." Jawab Elden singkat. Papa langsung tertunduk lemas.

"Kiara... bagaimana kalau terjadi sesuatu pada mama..." Papa terlihat sangat sedih.

"Tenang pa. Kiara tak akan membiarkan iblis-iblis itu menyakiti orang yang tak bersalah lagi. Kiara pasti akan memusnahkan mereka."

Dadaku bergemuruh sesak. Kematian ada dimana-mana. Dan aku merasa tak berdaya...

Kuncinya adalah percaya Kiara...

Kata-kata Ratu Reyna kembali terngiang di dalam pikiranku. Tapi, dalam keadaan seperti ini, sangat sulit mendapatkan kepercayaan pada diri sendiri. Mereka terlalu kuat. Iblis-iblis itu mengambil terlalu banyak hal dari sisi kami...

"Kiara..." Alden menepuk bahuku pelan, menyadarkanku dari lamunan. "Masuklah, bawa kabar baik untuk kami.."

Aku memandang Alden dalam. Rajaku...

Alden menarikku pelan ke dalam pelukannya. "Aku tahu Kiara, kita semua juga sedang kalut sekarang. Tapi kita harus tegar dan berpikir jernih. Percayalah pada kemampuan yang tersimpan dalam dirimu. Kami semua disini akan membantumu sampai akhir." Al menenangkanku, mengelus pelan helaian rambutku.

Aku kembali memandang Al, mencari kekuatan disana. Alden tersenyum lembut.

"Masuklah, jangan pikirkan apapun, akan ku urus sisanya disini." Aku mengangguk pelan lalu beranjak kepada papa.

Ku peluk papa erat-erat dan menenangkannya. "Kiara pasti akan menyelamatkan mama pa."

Aku masuk ke dalam rumah ratu Reyna dan mereka langsung menghilang, mungkin ke dunia kegelapan.

-------------------


Author POV


Veon hanya diam tanpa ekspresi setelah pergi dari istana dunia peri. Dia benar-benar terguncang dengan kematian ratu Kayla.

"Sekarang kita susun strategi." Alden memberi instruksi.

Semua langsung duduk merapat dan menyimak setiap perkataan Alden. Dia memang memiliki aura seorang raja.

"Papa dan paman joseph lebih baik tetap tinggal di istana kegelapan. Lebih aman berada disini, besok kami akan bertempur besar-besaran. Aku yakin kelima iblis itu akan berada di dunia peri besok."

"Tapi Al, papa ingin menyelamatkan mama.." Ayah Kiara terlihat tidak setuju dengan keputusan Alden.

"Benar Al, bagaimana kami bisa duduk tenang disini sedangkan istri dan kami sedang dalam bahaya?" Ayah Daniel juga tidak setuju.

"Percayalah pada kami ayah, memang lebih baik ayah dan om tetap disini." Daniel mencoba ikut membujuk. Akan lebih sulit jika mereka harus berperang sambil melindungi orang-orang yang tak mampu menyerang. Lawan mereka adalah iblis. mereka kebal terhadap senjata.

Ayah Kiara dan Daniel tak punya pilihan lain kecuali menurut. Dalam hati mereka tahu keputusan itu memang tepat. Hanya saja mereka sangat khawatir...

"Lalu Daniel Veon dan Filia, kalian bertugas untuk membebaskan tawanan. Veon kau yang memimpin jalan dan filia kau yang memimpin pertempuran jika ketahuan musuh. Dan Daniel, kau harus langsung mengamankan mereka ke istana kegelapan jika sudah berhasil melakukan misi penyelamatan."

"Baik.." Veon dan Daniel mengangguk patuh.

"Kakak, aku ingin bertempur melawan iblis-iblis itu." Filia terlihat tak puas.

"Filia, kau bisa bergabung nanti jika misi pembebasan sudah berhasil. Sudahlah jangan membantah."

"Baiklah..." Filia mengalah.

"Lalu sisanya, aku, Kiara, Elden, ayah dan ibu akan langsung bertempur melawan musuh kita. Siapapun itu."

Semua orang menangguk mengerti.

"Alden..." Veon bersuara dengan nada datar.

"Ya?"

"Sisakan bibi Lamia untukku. Aku sendiri yang akan membunuhnya." Semua orang sangat terkejut mendengar ucapan Veon, dia yang selalu lembut dan ceria, berubah dalam sekejap...

"Tentu." Jawab Al singkat.

"Semoga ratu Kiara berhasil mengetahui mantra sihir tertinggi..." Raja Anthony berkata lirih.

"Pasti ayah,, kita tidak boleh ragu sedikitpun pada ratu. Dialah harapan terakhir kita." Alden menenangkan.

"Sekarang lebih baik kita beristirahat. Besok kita butuh tenaga dan konsentrasi penuh."

Mereka satu per satu bubar menuju ruangan mereka masing-masing untuk beristirahat. Meskipun mereka saling tahu. Tak ada yang akan bisa memejamkan matanya malam ini.

--------------------


Kiara POV


Aku menurunkan semua buku yang tertata rapi di rak buku kamar ratu Reyna. Mungkin saja di salah satu buku ini ada petunjuk tentang sihir tertinggi.

Hampir semua buku koleksi ratu Reyna adalah hukum dan peraturan di tiga dunia, dan beberapa buku pengetahun sihir secara umum. Aku hampir putus asa. Apa mantra itu benar-benar tidak ada? Lalu bagaimana aku harus mengalahkan iblis-iblis itu???

Kuncinya adalah percaya Kiara...

Lagi-lagi suara Ratu Reyna kembali bergema di dalam pikiranku.

Aku memilih untuk tidur, berharap semoga ratu Reyna kembali menemuiku di alam mimpi.

 percaya...

Apa aku bisa percaya pada diriku sendiri? Apa aku benar-benar mampu mengalahkan iblis yang sangat kuat itu??

---------------------


"Kiara...."

"Ah... ratu Reyna, akhirnya kau menemuiku..." Aku begitu lega ketika melihat sosok ratu Reyna berdiri di depanku, aku benar-benar membutuhkan bantuannya.

"Tampaknya kau belum mengerti dengan kata-kataku Kiara..."

"Ratu Reyna... Bagaimana caraku mengalahkan iblis-iblis itu? Mereka seperti tak bisa mati. Apa mantra khusus yang bisa mengalahkan mereka ratu?" Ya, aku memang sangat tak sabar untuk mengetahuinya.

"Kiara... Aku sudah mengatakannya padamu, kau... harus percaya pada kekuatan dalam dirimu."

"Iya ratu aku mengerti, setelah aku percaya pada diriku, mantra apa yang harus ku gunakan untuk mengalahkan mereka?"

"Jawabannya akan datang sendiri kepadamu begitu kau sudah bisa percaya seutuhnya."

"Apa maksudnya ratu? Kenapa ratu tidak membantuku?"

"Kiara... tidak akan ada gunanya aku memberitahumu... Karena yang bisa mengalahkan mereka adalah dirimu sebagai ratu, bukan dirimu sebagai gadis 17 tahun. Renungkanlah kata-kataku baik-baik Kiara, aku percaya padamu. Kau pasti akan mengerti."

"Ratu... Tunggu ratu.. Jangan pergi... Ratuuu..."

------------------


Sudah pagi...

Sekarang apa yang harus ku lakukan? Ratu Reyna tak memberitahu sedikitpun tentang mantra sihir tertinggi...

Percaya...

Aku adalah seorang ratu...

Ya, aku tahu ada kekuatan besar dalam diriku, tapi bagaimana cara menggunakannya...

Sihir tertinggi...

Apa mantra sihir tertinggi itu?

Tak ada di buku manapun...

Sihir tertinggi... Apa hal yang paling tinggi di dalam ilmu sihir?

Ahhhhhhhhhh, Aku hampir gila!!!

-------------------


Author POV


Rombongan itu terlihat bersiap di depan istana kegelapan. Terlihat Alden sedang memberikan pengarahan kepada mereka.

"Dari sini kita berpisah, Daniel Veon dan Filia, kalian langsung berpindah ke dalam penjara saja, berhati-hatilah. Aku yakin mereka pasti sudah mengantisipasi hal ini. Filia, kau harus terus bersiaga."

"Baik..." Mereka menjawab serempak. Meski tanpa perkataan, mereka semua sudah menghormati Alden sebagai raja tiga dunia.

"Berhati-hatilah..." Pesan raja Anthony kepada mereka bertiga.

"Caith.." Lalu Daniel, Veon dan Filia segera menghilang, menuju penjara dunia peri.

"Sekarang giliran kita. Kita jemput Kiara dulu di rumah ratu Reyna, lalu kita bergegas ke istana dunia peri." Alden kembali memberi instrksi.

"Kita harus waspada, jangan sampai lengah, mereka iblis yang sangat kuat." Ratu Esme terlihat sangat khawatir.

"Baik ibu." Jawab Al dan El bersamaan.

"Dan untuk kalian prajurit setia dunia kegelapan, kita akan bertempur sampai akhir, jangan simpan rasa takut di dalam hati. Demi kedamaian dunia." Alden mencoba membakar semangat prajuritnya yang hanya tinggal beberapa puluh orang.

"Untuk dunia...!!!!" teriak semua prajurit itu.

Dan mereka segera berpindah ke depan rumah ratu Reyna. Kiara belum tampak disana, sepertinya dia masih berada di dalam rumah.

"Hmmm akhirnya kalian datang juga. Kami sudah menunggu dari tadi..."

Alden langsung tegang, "Suara ini... Ken..."

"Bagaimana? Sudah siap bertempur?" Ken tersenyum lebar bersama empat iblis lainya menantang agar perang segera di mulai.

**************************


To be Continue ya....






Fairy Tale Chapter 29 The Wedding









Kiara POV



Filia membantuku memakai gaun pengantin yang sudah disiapkan oleh ratu Esme. Gaun yang sangat cantik. Gaun putih yang semakin kebawah menjadi sedikit hijau. Warna yang benar-benar sempurna. Terlihat natural dan pas sekali dengan kulit tubuhku.

“Kiara, hari ini aku yakin kamulah yang tercantik di dunia.” Filia tersenyum senang.

“Terima kasih.”

Aku mematut diri di depan cermin. Memastikan penampilanku sudah sempurna. Hari ini hari bersejarah untukku.

“Sudah siap nak?” Mama menepuk bahuku lembut. Aku tersenyum membalas pertanyaan mama.
Filia sedang memakaikan mahkota kecil di atas sanggulan rambutku. Kain tile putih menjuntai indah dari atas kepalaku.

“Kamu terlihat sangat tegang sayang.” Papa memandangku hangat.

“Tentu saja pa, hari ini adalah hari pernikahannya. Bagaimana mungkin Kiara tidak tegang.” Mama menyahuti omongan papa.

Ya, meskipun aku dan Alden tidak saling mencintai, tapi itu tidak mengurangi sedikitpun ketegangan sebelum pernikahan.

“Mempelai pria sudah menunggu di altar Kiara..” Papa mengulurkan tangannya untuk ku gandeng.

“Jangan sampai dia menunggu terlalu lama pengantinya yang cantik ini.”

Aku menggandeng tangan papa pelan. Dadaku berdegup kencang. Kami mulai berjalan menuju altar. Detak jantungku berpacu semakin cepat seiring langkah kami yang semakin mendekat.

Aku sudah bisa melihatnya. Al... Calon suamiku... Begitu tampan... Pesonanya benar-benar membiusku. Setelan hitam dengan kemeja putih kehijauan yang senada dengan gaunku. Alden terlihat benar-benar sempurna. Mataku menolak berkedip barang sekalipun. Dia sangat.... menawan...

Papa berhenti di depan Alden lalu memberikan tanganku pada Al. Alden menerimanya dengan sangat halus. Lalu menatapku dengan penuh sayang. Tersenyum meyakinkanku lalu membimbingku maju ke altar tempat kami menikah.

 Sekarang kami berdiri bersisian. Berdiri dengan kaki yang sedikit gemetar. Aku heran dengan reaksi tubuhku. Harusnya ini mudah. Aku bahkan tidak mencintai Alden, kenapa aku segugup ini.
Pendeta di depan kami memandang kami dengan khidmad. Dia bersiap memulai upacara pernikahan kami.

" Alden, Apakah engkau bersedia menerima wanita ini sebagai istrimu? mengasihinya, menghiburnya, menghormati dan memeliharanya dengan baik. saat dia sakit maupun sehat? dan akan mencintainya selama hidupmu?"

Alden memandangku sekilas sebelum menjawab.

"Saya..."

 Ddduuuarrrr

Tiba-tiba terjadi ledakan yang sangat keras. Pendeta di depan kami kemudian tersungkur ke tanah.. Meninggal..

"Iblis-iblis itu ada disini..." Al berteriak pada semua orang. Memperingatkan mereka.

"Halo pangeran..." Sesosok pria muda muncul begitu saja di depan kami. Dia berjalan semakin mendekat ke arah Alden.

Alden bergeming. Namun matanya dipenuhi amarah. Dia hanya menatap lekat pada pria di hadapannya.

"Jadi ini, sang pangeran Alden yang begitu di cintai oleh gadis bodoh itu? hmm lumayan...." Iblis terkutuk -yang tampan luar biasa- itu berjalan mendekat ke arah Alden.

"Kau!!" Al mendesis marah.

"Defensiva circuli" Elden, yang entah sejak kapan berada di belakangku langsung merapalkan mantra perlindungan.

"Om, cepat nikahkan kiara dan Alden." El memberi perintah tegas pada papa yang juga berada dalam lingkaran perlindungan yang di buat Elden.

"Tapi aku tidak bisa..."

"CEPAT om!!" El membentak, meski aku tahu dia tak bermaksud begitu.

"Ba..baiklah..." Papa terlihat terkejut dan sedikit ketakutan dengan reaksi Elden.

"Al..Alden.. Apakah kamu bersedia me..menerima..."

Dduaarrrrr

ledakan kembali terjadi, lingkaran pelindung Elden lenyap dalam sekejap.

"El, aku akan membawa Kiara dan papanya pergi dari sini untuk melanjutkan pernikahan, ku atasi keadaan disini." Elden mengangguk mengerti mendengar instruksi kakaknya.

Alden langsung menggenggam tanganku dan papa lalu membawa kami ke rumahku.

Rumah kami begitu lengang. Tapi entah kenapa terasa begitu mencekam.

"Kiara, mama masih di dunia kegelapan, mama bisa celaka..." Papa terlihat panik.

"Om, disana ada Daniel dan yang lainnya, mama pasti akan di jaga dengan baik. Sekarang om harus menikahkan kami berdua. Itu satu-satunya cara untuk mengalahkan iblis-iblis itu." Alden sedikit terbawa emosi. Aku tahu dia sangat panik.

"Alden benar pa, papa cepat nikahkan kita berdua." Pintaku lembut.

Papa mengangguk mengerti dan langsung berdiri menghadap kami berdua.

"Alden, Apakah engkau bersedia menerima wanita ini sebagai istrimu? mengasihinya, menghiburnya, menghormati dan memeliharanya dengan baik. saat dia sakit maupun sehat? dan akan mencintainya selama hidupmu?"

"Ya, saya bersedia." Jawab Al mantap.

"Kiara, Apakah engkau bersedia menerima lelaki ini sebagai suamimu? Mengasihinya, menghiburnya, menghormati dan memeliharanya dengan baik saat dia sakit maupun sehat? dan akan mencintainya selama hidupmu?"

"Kiara..." Tiba-tiba saja sarah muncul di ruang tamu rumahku. Dia terlihat tergesa-gesa.

"Cepat selesaikan pernikahan kita Kiara.." Pinta Alden.

"Ya, saya bersedia..." Jawabku meski sedikit terlambat.

"Kiara jangan..." Sarah kembali berteriak.

"Sekarang kalian sudah resmi menjadi suami istri." Papa berucap dengan nada resmi.

"Kenapa sarah?" Aku mendekat kepada sarah begitu prosesi pernikahan selesai. Tapi Alden menahan tanganku.

Aku memandang Al bingung. Tapi Al hanya menjawabnya dengan gelengan.

"Kemarilah, katakan ada apa?" Pintaku pada sarah. Aku memilih mengalah pada Alden. Karena aku tahu dia hanya sedang waspada.

Sarah berjalan lambat ke arahku. Entahlah tapi aku merasa dia sedang mengulur-ulur waktu. Tapi untuk apa?

"Sarah...? Ada apa?" Sungguh aku ingin segera kembali ke dunia kegelapan dan membantu mereka yang sedang bertempur melawan para iblis itu.

Tiba-tiba saja muncul sepasang sayap di punggung Sarah dan dengan kecepatan luar biasa dia melesat maju sambil mengarahkan sebilah pisau ke dadaku.

"Surrexitque.." Alden dengan refleks langsung membaca mantra dan seketika sarah terpental jauh kebelakang.

"Sarah?? Apa yang terjadi??" Aku menatap nanar pada sahabatku. Bagaimana bisa dia mencoba membunuhku? Aku begitu menyayanginya. Bagaimana mungkin dia justru ingin aku mati?

Dan lagi... Darimana dia mendapatkan sepasang sayap itu? Apa...

"Dia bersekutu dengan iblis..." Al menjawab ketakutanku.

Sarah sudah bangkit kembali dan menyeringai kepadaku. Dia terlihat,, mengerikan...

"Kaget Kiara? Masih ada banyak kejutan lagi untukmu... ratuuu.." Aku masih bergeming. Tak
percaya dengan mata dan telingaku sendiri. Kenapa dengan sahabatku ini?

"Kita tak ada waktu untuk ini." Alden menarik tanganku dan papa lalu langsung menuju ke dunia kegelapan. Meninggalkan sarah sendirian di rumahku.

-------------------



Author POV


 "Circulus protectione" Elden membuat lingkaran perlindungan untuk melindungi orang-orang yang tidak bisa bertempur.

"El, aku akan membawa mereka ke dunia peri agar lebih aman." Caith, dengan sigap langsung membawa orang-orang yang sudah di lindungi dengan mantra perlindungan ke dunia peri. Ya, itu memang lebih baik.

Iblis terkutuk itu hanya berlima, tapi istana dunia kegelapan sudah hampir runtuh karena ulahnya. Mereka itu terlalu kuat.

"Sagitta." Filia melepaskan panah menuju iblis yang tadi hendak menyerang Elden. "Kak, jangan melamun! Kau mau mati."

"Maaf." El menjawab sekenanya dan kembali bertempur melawan para iblis abadi. Semua prajurit dunia kegelapan sudah tergeletak tak bernyawa. Iblis-iblis itu seperti kebal terhadap mantra apapun.

Mereka juga tak bisa di serang dari jarak dekat karena mereka punya refleks yang luar biasa terhadap serangan.

Semua orang mulai terlihat frustasi. Apa yang harus di lakukan?

"El, bantu ayah.." Raja Anthony sedang merapalkan matra. Terlihat bola cahaya hijau mulai terbentuk di telapak tangannya. Itu adalah mantra pelumpuhan.

Elden berlari mendekat ke arah ayahnya.

"Kutukan kematian El."

"Tapi ayah.."

"Cepat."

Elden menurut dan mulai merapalkan mantra sihir. Benang-benang merah transparan terbentuk. semakin lama semakin pekat.

" Siap?"

"Ya, ayah..."

Raja Anthony mengarahkan bola cahaya hijau kepada salah satu iblis itu. Tepat mengenai dadanya. Tapi iblis itu bergeming. Tak merasakan efek apapun dari sihir yang mengenainya. Elden dengan sigap langsung menyerang iblis itu kembali dengan kutukan kematian. Benang-benang merah itu melilit tubuh sang iblis.

Sedikit bekerja, iblis itu tampak kesakitan. Tapi... dia tidak mati. Harusnya, siapapun yang terkena kutukan kematian langsung mati seketika.

"Sordida anima mea ad inferos" Kiara yang baru saja tiba langsung membaca mantra sihir kuno, dan menyerang iblis yang sedang terlilit benang kematian.

Terjadi ledakan besar. Semua orang langsung berhenti bertarung dan melihat ke arah ledakan.

Iblis itu terlihat sekarat, tapi dia masih tetap hidup.

"Sang ratu...." Gumam Ken, salah satu iblis itu. Dia langsung membantu temannya yang sekarat untuk berdiri dan dalam sekejap mereka berlima menghilang dari sana.

------------------



Caith POV


" Ayah, ibu dan tante berdua lebih baik disini. Lebih aman. Aku akan kembali ke dunia kegelapan untuk membantu mereka."

Aku sudah hendak pergi kembali ke dunia kegelapan ketika tiba-tiba aku merasakan kehadirannya...

Carra...Jodoh palsuku!!

Untuk apa Carra datang kemari?

Aku putuskan untuk terbang mengitari istana, memastikan keadaan aman.

Istana terlihat lengang. Tak ada yang mencurigakan.

Tunggu... Itu... Sepasang sayap kuning itu..

Itu benar-benar Carra, dia menuju aula besar. Tempat ayah dan ibu berada..

Aku langsung terbang cepat menuju aula besar. Pasti mereka merencanakan sesuatu...

"Hahahaha..." Tawa membahana langsung menyambutku begitu aku tiba di aula...

"Kayla,, akhirnya tiba kesempatanku untuk melenyapkanmu dari dunia ini..." Itu... Bukankah itu bibi Lamia??

Bibi Lamia mengeluarkan tongkat kecil dari balik lengan bajunya, Itu.. tongkat sihir!!!

"Ibu awas...!!!" Aku berusaha menyelamatkan ibu, tapi Dean langsung mencengkeramku dengan kuat.

Ayah dan mama kiara dan Daniel sendiri tak bisa melakukan apapun karena dibekuk oleh dua penjaga sekaligus

"Maledicto mortis" Benang-benang merah membelit tubuh ibu dengan cepat. Wajah ibu langsung memucat dan jatuh dengan pasrah...

"Tidakkkkkkk!!!!!! Ibuuuu......."

Mantra itu.. Kutukan kematian..

"Ibu... jangan mati ibu..."

"Bibi, kenapa bibi lakukan ini pada ibu..."

"Hahahaha.... Akhirnya kau mati kayla. Dean, penjarakan mereka berempat. Dan urus mayat ini."

"Baik ratu..." Dean langsung menyeretku menuju penjara bawah tanah beserta ayah dan mama Kiara.

Jadi ini tujuannya berpura-pura menjadi pelayan Veon, untuk mengetahui seluk beluk istana ini.
Aku pasti akan menghukum kalian semua!!! Lihat saja nanti!

----------------



Kiara POV


"Kenapa iblis itu tidak mati? Aku sudah menggunakan sihir kuno untuk membunuhnya..."

"Ada mantra khusus Kiara.." Jawab Elden. Dia terlihat lelah dan frustasi.

Kurasa semua orang memang sedang lelah dan frustasi.

"Apa mantranya El?"

"Aku juga tidak tahu, di buku yang ku baca hanya di jelaskan ada mantra khusus yang hanya bisa di gunakan oleh sang ratu, tapi tidak di tulis apa saja mantranya.."

"Jadi semua ini sia-sia? Kiara tetap tak bisa mengalahkan iblis-iblis itu?" Daniel bertanya dengan pesimis.

"Kurasa ada yang tahu mantra itu.." Alden memberi ide.. " Ratu Reyna..."

Benar juga...

"Tapi bagaimana cara menemuinya Al? Waktu itu ratu Reyna lah yang datang sendiri menemuiku, bukan aku yang mencarinya..."

"Kita coba saja Kiara, kamu tidurlah disana lagi, aku yakin ratu Reyna pasti akan datang menemuimu.."

Aku tersenyum lembut pada Alden, dia selalu bijaksana..

Perang sudah di mulai, entah bagaimana caranya,,, tapi kami harus menang.

Demi kedamaian dunia ini,,,

Harus...


*******************

Bersambung...






Fairy Tale Chapter 28 Preparing for the wedding









Kiara POV


Kami langsung menyiapkan acara pernikahan aku dan Alden. Tak ada pesta. Hanya upacara sederhana saja. Yang penting aku resmi menikah dan menjadi ratu sejati.
Aku mendapat laporan dari dunia peri kalau disana terjadi kerusuhan di beberapa tempat. Dan kami semua yakin itu pasti ulah kelima iblis itu dan bawahannya. Di dunia kegelapan nampak tenang sama halnya di dunia manusia. Tapi bagiku ini ketenangan yang janggal. Terlalu tenang, terasa mencekam untukku.

"Kau siap?" Alden menepuk bahuku pelan.

"Ya.." Aku tersenyum tipis padanya. "Al, maafkan aku..."

"Untuk?"

"Karena melibatkanmu dalam hal ini. Kita menikah tanpa cinta sedikitpun. Maaf karena aku memaksamu untuk hidup bersama orang yang tak kau cintai... Aku merasa tak enak padamu Al..."

Alden memegang kedua sisi bahuku. "Hei, justru aku senang Kiara, akhirnya aku bisa berguna untuk ratuku. Sedari kecil aku dididik untuk mengabdi pada ratu tiga dunia. Ini kehormatan untukku. Tak perlu merasa sungkan seperti itu."

"Aku tahu itu Al, tapi menikah harusnya atas dasar cinta, bukan rasa hormat atau kepentingan tertentu..."

Tiba-tiba saja Alden menarikku kedalam pelukannya. "Sudahlah Kiara, aku sungguh tidak apa-apa. Lagipula kita punya banyak waktu untuk belajar. Kalau setiap hari aku memelukmu seperti ini, tak perlu waktu lama kau pasti akan jatuh cinta padaku."

Aku langsung mendorong Al menjauh. "Al!! Jangan mencari kesempatan!!"

"hahaha" Senyum jahil terkembang sempurna di wajahnya. "Kau kan 'calon istriku' Kiara.. hahahaha." Dan dengan masih terbahak dia menghilang begitu saja ke dunia kegelapan.

"Huhh sepertinya hidupku ke depan akan menjadi jauh lebih berat. Kenapa aku bisa lupa betapa jahilnya Alden."

--------------------



Daniel POV


"Nak, keluarlah. Kamu belum makan dari pagi." Ibu tak henti-hentinya membujukku untuk keluar kamar.

"Nanti.." Jawabku malas.

Tidak, aku tidak mogok makan. Hanya saja aku memang tidak lapar sama sekali. Aku hanya ingin berbaring. Dadaku terasa sangat nyeri.

Ya, aku memang belum bisa menerima keputusan Kiara. Ini terlalu menyakitkan untukku.

"Daniel.ayah ingin bicara, buka pintunya.." Sekarang giliran ayah yang membujukku.

"Nanti saja ayah."

"Sekarang!" Nada bicara ayah berubah menjadi tegas. Itu artinya dia sedang tak ingin di bantah.

"Baiklah." Kubuka pintu kamarku yang sejak tadi siang kukunci rapat.

Aku ayah ibu dan jean duduk di ruang tengah. Oh jean, sudah lama aku tidak bermain bersamanya karena terlalu sering menghabiskan waktu bersama Kiara.

"Kakak, matamu merah." Jean bertanya dengan penuh kekhawatiran.

"Hah? Masa? Kelilipan mungkin."

"Jean masuklah dulu, ayah dan ibu ingin bicara dengan kak Daniel." Pinta ibu lembut.

"Baik ibu. Kakak nanti main sama Jean ya." Aku mengangguk menjawab permintaannya. Wajahnya langsung berseri kegirangan.

"Daniel." Ayah memanggilku dengan nada seriusnya. "Kami tahu bagaimana perasaanmu, tapi tolong jangan bertingkah seperti anak kecil. Kamu sudah terlalu dewasa untuk merajuk seperti ini." Tidak! Ayah tidak tahu apapun.

"Nak, apa kamu tidak memikirkan perasaan Kiara sekarang?" Sekarang giliran ibu yang bicara.

"Kamu pasti tahu kan, Kiara juga terpaksa mengambil keputusan seperti ini. Hatinya sekarang sama hancurnya dengan hatimu. Tapi lihatlah dia Daniel, begitu tegar. Begitu kuat. Kenapa kamu yang lelaki justru lembek seperti ini?"

Kepalaku tertunduk mendengar kata-kata ibu. Aku terlalu memikirkan sakit hatiku sampai aku melupakan kepedihan Kiara. Ya, ini juga pasti tidak mudah baginya. Aku tahu kami saling mencintai.

Aku langsung bergegas menuju rumah Kiara. Dia pasti membutuhkanku sekarang. Aku harus ada disisinya.

-----------------



Sarah POV


"Jadi, apa yang harus ku lakukan untuk menghancurkan Kiara?" Aku mungkin terlihat kejam. Tapi aku tak peduli lagi. Kiara sudah terlalu banyak tingkah.

"Sabar manis, nanti aku akan memberitahu kapan giliranmu tiba. Sekarang bersantailah dulu." Iblis tampan itu bersandar santai di kursi ruang tamu rumahku.

"Bisakah aku meminta sesuatu?"

"Apa yang kau inginkan sarah? Aku bisa memberikan apapun yang kau mau." Iblis itu tersenyum dengan sangat menawan.

"Kamu bisa membuatku menguasai sihir seperti Kiara? Aku juga ingin punya sayap."

Ken -iblis itu- tersenyum enteng. "Itu perkara mudah Sarah. Tapi sebelum itu, aku minta kau pergi menemui Kiara. Bujuk dia untuk membatalkan pernikahanya."

"Membatalkan pernikahan? Kenapa? Bukankah itu bagus kalau Kiara menikah dengan Alden. Maka aku akan punya peluang lebih besar untuk bersama Daniel."

"Tidak, itu tidak bagus Sarah, sangat tidak bagus. Sudahlah, jangan bertanya apa-apa dulu. Lakukan saja seperti yang ku katakan ya..."

"Tapi...."

"Sarah,,, aku berjanji akan membuat Daniel menjadi milikmu."

"Baiklah..."

--------------------



Kiara POV



"Nak, bagaimana dengan gaun pengantinmu? Acara ini terlalu mendakdak, jadi kita belum menyiapkan apa-apa." Mama terlihat sedih karena tak bisa menyiapkan pernikahanku dengan baik.

"Mama tenang saja, calon menantu mama itu bisa memberiku gaun pengantin hanya dalam hitungan detik." Aku tersenyum menenangkan.

Mama terlihat bingung dengan kata-kataku.

"Ma, Alden itu iblis, dia bisa sihir. Jadi kalau hanya masalah pakaian, itu hal kecil untuknya."
Mama mengangguk mengerti.

"Hahhh, pantas saja dari tadi telingaku gatal, ternyata kalian sedang membicarakanku." Alden tiba-tiba saja sudah ada di depan pintu kamarku.

"Al? Kapan datang?" Tanyaku.

"Baru saja, ibu memintaku memberitahumu bahwa persiapan pesta sudah selesai. Kami memakai aula istana untuk pesta kita besok. Tidak terlalu meriah, seperti yang kau minta."

"Nak Alden, bagaimana dengan gaun pengantin Kiara, kami tidak sempat menyiapkannya." Mama menyampaikan apa yang dari tadi menjadi ganjalan hatinya.

"Tenang ibu mertua, ibuku sudah menyiapkan gaun special untuk Kiara. Nanti malam Filia yang akan mengantarkannya kemari. Dia bilang mau menginap disini menemani Kiara."

"Filia mau menginap? Wahh, menyenangkan."

Alden tersenyum geli melihat reaksiku. "Aku sudah menebak kau akan mengatakan hal itu Kiara."
"Biar saja, aku memang senang kok." Jawabku.

"Kiara..." Tiba-tiba saja sesosok suara yang begitu ku rindukan muncul datang ke arahku. Daniel...
Alden dengan pengertian memberi jalan pada Daniel untuk mendekat ke arahku. Kami langsung berpelukan, sangat erat. Rasanya seperti sudah sangat lama kami terpisah jauh. Rindu yang benar-benar menyayat sukma.

"Maaafkan aku sayang. Harusnya aku lebih mengerti posisimu. Harusnya aku lebih memperhatikan perasaanmu, bukannya bersikap egois seperti ini."

Aku memeluk Daniel lebih erat lagi. Akhirnya dia mau mengerti... "Tidak apa-apa. Yang penting kamu ada disisiku sekarang..." Perasaanku jauh lebih ringan sekarang.

Daniel melepas pelukan kami dengan enggan. Lalu dia membawa tanganku dan menyerahkannya kepada Alden. "Mulai sekarang, tolong jaga dia untukku."

Alden menatap Daniel lega... "Tentu.."

"Kiara, aku akan tetap ada untukmu. Selalu..." Di kecupnya keningku pelan. Damai... itu yang kurasakan.

Gubrrakkk,,,

Kami semua menoleh ke arah sumber suara..

"Ahh,, maaf,," Sarah...

"Tidak apa-apa Sarah, kemarilah..." Kata mama lembut.

"Kiara,, aku,, aku kesini mau minta maaf karena sikapku kemarin. Aku sudah berkata kasar padamu..." Sarah berkata dengan gelisah.

Aku bermaksud mendekat ke arah Sarah dan memeluknya, tapi entah kenapa Alden menghentikan langkahku. Aku menggeleng pelan mengisyaratkan pada Al bahwa takkan terjadi apa-apa.

Aku tetap mendekat ke arah Sarah, tapi hanya menggenggam kedua tangannya. "Tidak apa-apa. Semua juga terkejut mendenga berita kemarin."

"Lalu.. Apa... kamu tak jadi menikah? Kenapa tadi aku melihat Daniel menciummu?"

"Ahh, tidak. Aku tetap akan menikah besok. Maaf aku tak bisa mengajakmu dan si kembar. Terlalu beresiko. Aku tidak mau kalian celaka nantinya."

" Uh, eh,, tidak apa-apa, aku pergi dulu.. Dah.." Lalu Sarah tiba-tiba berlari pergi begitu saja. Sepertinya ada yang dia sembunyikan.

"Kiara, aku merasakan ada yang tidak beres dengannya..." Alden berkata serius.

"Mungkin... Aku memnag sudah menyakiti hatinya Al.."

"Bukan,,, bukan itu. Ini,, firasat yang sama seperti saat aku melihat Carra dulu.. Entahlah.. Sepertinya dia berniat jahat."

Aku memandang Al tajam. "Al.. aku sudah mengenalnya dari umurku lima tahun. Tidak mungkin dia ingin melakukan hal jahat padaku."

Alden mengangkat bahunya acuh. "Entahlah, tapi itulah yang kurasakan."

"Sebaiknya kamu berhati-hati Kiara, jaga-jaga itu lebih baik." Daniel terlihat khawatir.

"Baiklah-baiklah.."

---------------------



Sarah POV


"Jadi bagaimana?" Iblis itu langsung menyambutku begitu aku keluar dari rumah Kiara.

"Kiara akan menikah besok." Jawabku singkat.

"Hei, bukankah aku memintamu untuk membatalkan pernikahannya?"

"Tidak mau, aku melihat Daniel disana. Kalau Kiara membatalkan pernikahannya, bisa-bisa Daniel akan kembali bersama Kiara. Biar saja Kiara nikah sama Alden."

"Gadis bodoh. Hah,, manusia memang selalu bodoh seperti ini."

"Terserah..."

"Siapkan dirimu Sarah, besok kita akan melakukan hal besar..." Iblis itu menyeringai kejam. Aku sadar. Pasti besok akan ada pertumbahan darah...


************************


bersambung.....








Jumat, 04 Oktober 2013

Fairy Tale Chapter 27 Determination





Kiara POV


"Menikahlah denganku Al..."

Alden terdiam mendengar ucapanku. Aku tahu dia pasti sangat terkejut dengan hal ini.

"Kiara... " Alden tak melanjutkan kata-katanya, aku tahu situasi seperti ini membuat orang sulit mengungkapkan apa yang ada di pikirannya.

 "Ini bukan perintah Al, ini permintaan. Anggap saja aku sedang melamarmu.."

"Kenapa aku? Bagaimana dengan Daniel?"

"Alden... Ratu Reyna menemuiku bukan tanpa alasan. Dia ingin menolongku. Menolong dunia ini. Siapapun yang akan ku nikahi nanti, dia tidak hanya menikahiku, tapi juga menikahi keberadaanku sebagai seorang ratu. Dia akan menjadi raja. Jadi, benar kata ratu Reyna. Perasaanku harus di nomor duakan. Aku harus memilih pendamping yang memang MAMPU menjadi raja. Bukan sekedar orang yang kucintai."

"Jadi menurutmu aku mampu?"

"Ya, aku sudah mempertimbangkannya dengan sangat matang, awalnya aku akan memilih Elden. Dia menguasai hampir semua ilmu sihir dan juga sangat cerdas. Tapi dia sangat impulsif dan tak bisa menahan diri. Jadi akhirnya, kaulah yang paling tepat Al, kau bijaksana, dewasa dan juga hebat dalam sihir. Aku yakin bersama kita bisa menyelesaikan kekacauan ini."

Alden terdiam merenungi kata-kataku.

"Kau tahu sebelum ini aku masih gadis kecil yang manja dan penakut Al. Aku yakin jika kau yang ada di sampingku, kau bisa membuatku berdiri tegak menghadapi apapun yang ada di depan sana."
"Lalu bagaimana dengan Daniel?"

"Dia tak akan mampu Al. Dia hanya akan melihatku. Memperhatikanku. Berfokus padaku. Seperti itulah dia. Dia akan mengkhawatirkanku dengan berlebihan dan mungkin akan melupakan rakyat dunia. Dia memang kekasih yang baik. Tapi dia tak akan menjadi raja yang baik."

Alden menghela nafas dengan berat. "Aku akan memikirkannya Kiara... Aku jemput keluargaku dulu.."

"Daniel pasti akan mengerti Al. Dia kekasih yang baik. Dia akan mengerti dengan keputusanku. Saat kau datang nanti, ku harap kau sudah punya jawabannya."

Alden mengangguk lemah dan segera menghilang ke dunia kegelapan.

Aku terpekur sendirian. Ini keputusan yang sangat berat untukku. Melepas orang yang ku cintai dengan sepenuh hati demi kepentingan dunia... Kenapa kehidupanku jadi seperti ini? Jika aku bukan seorang ratu, aku tinggal menjalani kehidupan bahagiaku bersama Daniel.

Tapi aku tak bisa menyalahkan takdirku kan? Jalan hidupku menjadi seperti ini pasti bukan tanpa alasan. Seperti yang ratu Reyna pesankan padaku. Yang harus ku lakukan sekarang adalah menjalani takdirku dengan sebaik mungkin.

"Kenapa melamun sayang?" Daniel menepuk bahuku pelan.

Aku memaksakan tersenyum padanya. Hatiku seperti sedang tertimpa satu ton jarum yang menghujam dalam. "Semua sudah berkumpul Dan?"

"Ya, tinggal menunggu keluarga Alden saja."

Aku memalingkan wajahku dari tatapan Daniel. Air mataku mendesak ingin keluar. Mataku terasa panas.

"Kamu baik-baik saja Kiara?" Daniel terlihat khawatir.

Aku hanya mengangguk lemah dan berjalan menuju orang-orang yang berkumpul di ruang tengah rumahku.

"Kenapa Alden lama sekali Kiara?" Tanya Caith tak sabar.

"Entahlah.." Jawabku sekenanya meski sebenarnya aku tahu betul apa yang membuatnya sangat terlambat.

Daniel merangkulku lembut. "Aku tahu kamu sedang tertekan sayang." Bisiknya pelan.

Tidak..... Aku tidak mampu bertahan lagi. Sekarang air mataku benar-benar meleleh. Bagaimana bisa aku mematahkan hati kekasihku seperti ini...

"Kiara kenapa menangis?" Veon terlihat khawatir.

Aku menghapus air mataku cepat. "Tidak apa-apa. Hanya sedikit tegang." Elakku.

Daniel membimbingku menuju teras lalu memelukku ringan. "Menangislah sayang. Itu lebih baik daripada aku harus melihat wajah anehmu menahan tangis seperti tadi."

Aku tertawa kecil mendengar candaannya.

"Kalian disini?" Alden berjalan mendekat ke arah kami. Aku melepas pelukan Daniel dengan enggan.

Aku memejamkan mata sejenak. Memantabkan hatiku yang sangat kalut. "Aku adalah sang ratu. Aku adalah sang ratu..." Aku menggumamkan kalimat itu berulang-ulang. Meyakinkan diriku sendiri bahwa keputusanku adalah benar.

"Bagimana Al? Kau sudah memutuskan?" Tanyaku to the point.

Alden memnadangku dalam. Dan Daniel memandangku bingung. Hujaman tatapan mata yang membuatku gentar.

"Ya, aku bersedia..." Alden berkata mantap.

Aku tersenyum samar mendengar jawabannya. Sekarang giliranku menjelaskan semua ini pada Daniel.

"Al, bisa tinggalkan kami berdua?"

Alden mengangguk mengerti dan langsung pergi menjauh dari kami. Daniel memandangku bingung.

"Ada apa Kiara?" Daniel mulai terlihat gelisah. Sepertinya dia sudah bisa merasakan ada yang tidak beres.

"Daniel..." Suaraku bergetar. Ini sangat berat untukku. "Aku minta maaf padamu..."

Daniel terlihat semakin bingung. "Ada apa sayang? Kenapa minta maaf?"

"Kamu mengerti kan kewajibanku sebagai seorang ratu? Aku harus lebih mementingkan rakyat dunia daripada perasaanku sendiri..."

"Iya Kiara lalu kenapa?" Potong Daniel tak sabaran.

"Aku mohon... Tolong mengerti situasiku.. Ini juga berat untukku sayang..."

"Kenapa Kiara?" sekarang kekasihku terlihat sangat khawatir.

" Kamu ingat kata-kata Elden bahwa aku harus menikah kan?"

"Iya aku ingat, jadi kamu mau kita menikah sayang?"

"Siapapun yang menikah denganku, dia akan menjadi seorang raja Daniel.. Ratu Reyna sudah memberiku petunjuk bagaimana menghadapi takdirku..."

Daniel terdiam, sepertinya dia mulai mengerti apa yang ingin ku katakan.

"Aku sudah memilih siapa yang akan jadi raja dan... dia adalah Alden. Aku minta maaf Daniel, tapi aku harus menggenapi takdirku. Mengesampingkan perasaan kita demi kedamaian dunia. Ini kewajibanku Daniel."

Wajahnya kaku, terlihat sekali Daniel sedang menahan emosinya.

"Maafkan aku Daniel, tapi kita harus berpisah. Aku harus menikah dengan Alden. Dialah yang bisa menjadi raja."

"Pergilah Kiara, aku butuh waktu sendiri." Pinta Daniel dingin.

Dadaku sesak, aku takut Daniel akan menjadi dingin seperti dulu lagi.

 Aku berjalan gontai menuju ruang tengah. Alden dengan sigap langsung meraihku, mendudukanku di kursi terdekat.

Aku tak bisa menahan tangis. Air mata terus meleleh tak berhenti. Semua orang memandangku bingung. Mempertanyakan apa yang terjadi padaku.

"Sudah Kiara, kau membuat semua orang kebingungan. Berhentilah menangis." Bisik Alden pelan.

Aku memandang Alden, mengatakan dengan mataku bahwa ini sangat menyakitkan.

"Aku tahu Kiara, aku tahu... Tapi memang ini yang harus kita tempuh." Alden mengusap kepalaku pelan. "Tegarlah ratuku. Dunia sedang menunggumu..."

Al benar. Aku tak boleh egois hanya memikirkan perasaan pribadiku saja. Ada dunia yang sedang menunggu untuk ku selamatkan. Begitulah Alden, selalu berpikir jernih.. Dia akan jadi raja yang terbaik.

Ku hapus air mataku. Menarik nafas dalam untuk menenangkan diriku. Aku harus kuat. Aku pasti bisa...

"Kiara..." Ketiga sahabatku datang. Aku memang meminta mama untuk memanggil mereka kesini. Mereka berhak tahu tentang pernikahanku.

"Apa yang terjadi? kenapa menangis?" Sarah memelukku lembut.

"Tunggu sebentar. Kalian akan mengetahuinya." Jawabku singkat.

Aku meminta semua orang duduk dengan tenang. Daniel sudah bergabung kesini. Meski dia sedikitpun tak melihat ke arahku. Aku tahu dia sudah menerima keputusanku. Ya, Daniel pasti mengerti keadaanku sekarang.

"Aku akan mengumumkan sesuatu pada kalian semua." Kataku mengawali pemberitahuan ini. Ku lihat semua orang mendengarkan dengan seksama.

"Seperti yang Elden katakan, aku harus menikah untuk bisa menjadi ratu sejati. Dan... Siapapun yang akan ku nikahi nanti, dia akan menjadi seorang raja. Maka dari itu, aku tak bisa memilih sembarang orang untuk menikah denganku..." Jeda sejenak, aku merasa dadaku kembali terasa berat.

Semua orang terlihat tegang menunggu perkataanku selanjutnya. Aku melirik ke arah Daniel, air mukanya tak terbaca. Dia hanya memandang ke luar jendela.

"Aku sudah memutuskan.... Aku akan menikah dengan..... Alden..."

Seketika ruangan menjadi berisik dan tak terkendali. Semua orang terlihat terkejut dengan keputusanku. Aku tahu. Bahkan aku sendiripun masih sangat shock dengan keputusan yang ku buat sendiri.

"Kiara... kau yakin?" Itu suara Veon. Dia terlihat pucat, dia melepaskan ku bersama Daniel karena dia tahu aku mencintainya. Sekarang dia harus mendengar aku bersama lelaki lain lagi.

"Sangat yakin." Jawabku mantap. Aku tak ingin mereka meragukan keputusanku dan berada dalam kebimbangan. Kami harus kuat.

"Al, bagaimana denganmu?" Raja Anthony bertanya pada putranya. Aku melihat kebahagiaan di matanya.

"Aku menyanggupi permintaan Kiara." Jawab Alden berwibawa.

 "Kiara....??? Tega sekali!!!!" Sarah memandangku tajam lalu segera pergi keluar rumah. Aku tahu dia marah Dia merelakan Daniel untukku, tapi sekarang aku malah menyakiti Daniel. Vina dan Vani yang bingung harus berbuat apa memilih pergi mengikuti sarah yang terlihat emosi.

Kulihat ayah Daniel merangkul Daniel lembut. Menenangkan anaknya. Mereka pasti bisa mengerti keadaanku makanya mereka terlihat baik-baik saja.

"Jadi bagaimana selanjutnya nak?" Tanya papa pengertian.

"Kita adakan upacara pernikahan secepatnya. Besok kalau perlu. Bagaimana menurutmu Al?" Tanyaku.

"Ide bagus, lebih cepat lebih baik." Jawab Al singkat.

"Aku permisi dulu." Daniel berkata tanpa memandang kami dan langsung pergi meninggalkan rumah. Tak ada yang mencoba menghentikannya. Semua orang tahu bagaimana perasaan Daniel sekarang.
Hatiku sendiri berdarah. Aku juga terluka. Jika saja Daniel mau lebih tegar demi diriku. Aku juga tidak menginginkan kenyataan ini. Tak bisakah dia berpura-pura baik-baik saja demi aku? Aku benar-benar butuh dukungannya sekarang. Bagaimanapun Daniel lah orang yang kucintai sepenuh hati. Dia tahu benar hal itu.

- - - - - - - - - -


Daniel POV


"Jadi begini yang namanya patah hati?"

Aku merasa dadaku terbakar oleh api yang tak bisa ku lihat. Panas... Menyakitkan... Perih...

Baru saja aku merasakan kebahagiaan, sekarang aku harus menghadapi hal ini. Ini bukan sekedar putus! Dia mau menikah dengan pria lain. MENIKAH!!!

 Apa sebenarnya yang dipikirkan Kiara? Apakah dia harus sepatuh itu dengan apa yang di katakan ratu Reyna? Dia juga belum tentu benar. Bukankah saat dalam kekuasaan ratu Reyna dunia juga berada dalam perang hebat? Kenapa kebahagiaan kita harus dikorbankan Kiara?

Ya aku memang egois! Tapi itu karena aku mencintaimu. Sangat...

Tak bisakah kau tanya dulu bagaimana pendapatku Kiara?

Ini benar-benar menyesakkan! Aku benci perasaan ini...

"Daniel..." Terdengar seseorang memanggilku dari arah belakang.

Oh, ku harap saat aku membalikkan tubuhku, ku lihat Kiara disana. Datang untuk mengatakan bahwa semua itu hanya kekeliruan saja.

"Kamu nggak apa-apa?" Sarah berdiri disana. Memupuskan harapanku yang membumbung tinggi.

Aku tak mau repot-repot tersenyum untuk menutupi perasaanku sekarang. Aku tahu sarah memendam perasaan padaku. Tapi, tak bisakah dia membuang perasaannya saat aku sudah memutuskan untuk bersama Kiara?

Aku hanya mengangguk kecil dan berlalu pergi meninggalkannya. Apa menurut kalian aku kejam? Mungkin ya. Tapi aku tidak peduli. Perasaanku sendiri sedang sangat kacau. Kenapa aku harus memikirkan perasaan orang lain.

- - - - - - - - - - - -


Author POV


"Apa...?? Kenapa dia selalu sedingin itu kepada orang lain? Apa hanya Kiara yang berhak mendapat perlakuan lembut darinya?"

Sarah mengusap sebutir air mata yang menetes di ujung matanya. Di tatapnya punggung Daniel yang berjalan menjauh darinya.

"Daniel.... Tak bisakah kamu lihat betapa aku sangat mencintaimu?" Sarah mengepalkan kedua tangannya, menahan perasaan sakit yang menghujam jantungnya.

"Aku yang ada disini Daniel, bukan Kiara. Aku yang mengkhawatirkan perasaanmu, bukan Kiara. Kenapa semua orang selalu hanya menatap Kiara? Ada aku disini!!!"

Sarah berbalik dan berjalan pulang dengan langkah gontai. Perasaannya hancur.

"Kiara..." Geramnya marah. "Aku merelakan Daniel untuk bersama denganmu bukan untuk kau sakiti seperti ini. Kenapa kamu tak bisa menghargai apa yang sudah kamu miliki Kiara? Apa kau sebangga itu menjadi ratu sampai berbuat sekehendak hatimu seperti ini?" Sarah benar-benar diliputi kemarahan pada Kiara. Wajahnya merah padam.

"Hai cantik...." Sebuah suara mengagetkan Sarah yang berjalan sendirian.

Sarah menoleh ke arah sumber suara. Dia sedikit terhenyak melihat sosok yang ada di hadapannya. Sungguh dia adalah orang tertampan yang pernah dilihatnya seumur hidup. Bahkan si keren Elden pun tak bisa menandingi pesona sosok yang ada di hadapannya sekarang.

"Lo ngomong sama gue?" Tanya sarah lantang.

"Yes dear, siapa lagi? disini hanya ada kita berdua." Lelaki itu mengedipkan matanya menggoda.

"Heh! Gue bukan cewek murahan ya. nggak usah godain gue!" Sarah membentak galak. Ya, dia memang tomboy.

"Apa aku terlihat menggoda. Aku kesini untuk membantumu manis." Dia berjalan mendekat ke arah sarah. Menatap tajam gadis itu dengan mata biru nya yang memabukkan.

"Apa maksudmu?" Sarah terlihat mulai tertarik. Entah pada penawaran pemuda itu atau pada ketampanan fisiknya.

"Bagus." Lelaki itu tersenyum senang melihat reaksi sarah. "Bagaimana kalau aku menawarkan kekuatan besar padamu sarah? Kekuatan yang membuatmu mampu menandingi Kiara? Kau membencinya kan? Dia sudah merebut orang yang kau cintai lalu membuangnya begitu saja. Bukankah dia sangat jahat?"

Sarah terlihat terpancing dengan kata-kata orang itu. Dia memang sedang terbakar amarah pada Kiara. Dan tawaran itu sangat menarik baginya.

"Bergabunglah denganku sarah... Aku akan membuatmu menjadi ratu kami. Agar kau bisa mengalahkan Kiara dan mendapatkan Daniel. Bukankah itu sangat menyenangkan." Lelaki itu terus merayu sarah. Mempengaruhinya.

"Memangnya Lo siapa?"

" Aku? Aku orang yang bisa mewujudkan semua yang kau inginkan. Apapun itu. Aku sama seperti pangeran Alden." Orang itu tak berhenti menebarkan pesona yang memabukkan. Membuat semua orang tak akan mampu menolaknya.

"Jadi, lo itu iblis?"

"Ya, tapi aku jauh lebih kuat daripada Alden sarah. Percayalah padaku. Aku bisa mewujudkan keinginanmu."

Sarah tersenyum simpul mendengar perkataan iblis itu. "Ya, asal kau mambantuku menghancurkan Kiara..." Seringai jahat terkembang di wajah dua orang itu...

* * * * * * * * * * * *


To be continue...