Ini sudah sabtu, besok aku harus sudah balik ke jakarta.
Huftt, nggak bakal ketemu Rain lagi deh. Cowok itu, sudah mempesonaku, terus bikin
penasaran, terus ngilang gitu aja. ‘tik tik tik tik’. Wah, hujan! Seruku
girang. Ahh, tapi percuma Rain kan di rumah sakit. Ehm, nggak papa deh jalan
jalan sebentar.
Walaupun
Cuma gerimis, aku tetep bawa payung. Lagi males basah basahan. Coba ada Rain
pasti seru. Huftt, kok aku kangen ya sama dia. Kenal juga baru sebentar sudah kangen saja
ni hati. Emang susah di atur hal yang satu itu.
“Rain sudah pulang dari rumah sakit belum ya.”
Gumamku pelan.
“sudah nona manis.” Jawab seseorang di belakangku.
“ Rain! Kamu sudah sembuh?” tanyaku dengan mata
berbinar terang. Kentara banget aku kegirangan ketemu dia.
“e hem.” Jawabnya singkat.
“ tapi wajahmu masih pucat banget.” Kataku.
“ya namanya juga habis sakit.” Jawabnya.
“ini pake payungku saja. Masih sakit kok malah hujan
hujanan.” Kataku sambil menyerahkan payung pada Rain.
“nggak usah, aku suka hujan.” Jawabnya. Aku nggak mau
maksa dia. nggak mau ngerusak suasana. Takutnya dia kabur lagi seperti waktu itu.
“aku kesini Cuma mau minta maaf kok sama kamu, aku
minta maaf kemaren sudah ninggalin kamu di atas bukit sendirian.” Lanjutnya.
“ohh itu, nggak papa kok.” Jawabku.
“ ya sudah gitu aja. Bye.” Katanya sambil melangkah
pergi.
“lho Rain, kok pergi gitu aja sih.” Kataku. Tapi Rain cuma melambaikan tangan tanpa berbalik. Sekali lagi aku di buat bengong sama
tingkah cowok satu itu.
“Rain tunggu.” Kataku sambil menyusulnya.
Rain
tidak menghiraukanku. Dia berjalan terus tanpa menoleh meski tahu aku
menyusulnya. Tapi karena jalannya lambat, aku dapat mengimbangi langkahnya
dengan mudah.
“ kok pergi gitu aja sih.” Gerutuku saat aku sudah
berada di sampingnya.
“aku lelah, mau pulang.” Jawabnya tanpa menoleh ke
arahku. Dia terus berjalan santai, sambil kepalanya sedikit menengadah ke atas.
Menikmati hujan. Aku baru sadar, wajah Rain sekarang lebih pucat lagi. Aku
langsung memayunginya.
“ kan aku sudah bilang aku suka hujan.” Katanya sambil menyingkirkan payungku.
“ tapi kamu pucat banget Rain.” Kataku sambil berusaha memayunginya.
“ aku ingin mengingat ini, bau hujan disini benar benar membuatku nyaman.” Katanya tanpa mempedulikan kekhawatiranku. Aku menyerah, tidak memaksanya memakai payung lagi. Tidak tega melihat ekspresinya yang benar benar menikmati hujan. Aku terus memperhatikannya sepanjang jalan. Diam. Tak satupun dari kami yang bicara. Hanya berjalan menikmati hujan pagi itu.
Kami
tiba di depan villa Rain. Aku berpamitan padanya. Aku malu untuk berkunjung,
lagipula Rain harus istirahat. Tapi, belum sempat aku membalikkan badan, Rain
tiba tiba jatuh tersungkur. Dia pingsan! Panik, aku langsung berteriak minta
tolong. Orang di dalam villa langsung berhambur keluar mendengar teriakanku.
Melihat Rain tergeletak, wanita bergamis merah, yang aku yakin itu pasti ibunya
Rain langsung histeris.
“anakku bagaimana ini. Papa cepat panggil ambulans.” Kata wanita itu sambil terisak. Dan orang yang di panggil papa itu langsung sigap mengambil handphone dan mulai menelepon. Mereka seperti tak menyadari keberadaanku.
“Rian cepet kesini bantuin gendong Rain ke dalam.” Kata ibu itu setengah berteriak. Tak berapa lama keluarlah Rian dari dalam villa. Wajahnya sangat mirip dengan Rain, hanya kulitnya sedikit lebih putih dan rambutnya di warnai coklat. Ku tebak itu pasti kakak atau adiknya rain.
“ biar saya bantu.” Aku menawarkan diri membantu agar mereka menyadari “keberadaan”ku. Mamanya rian kelihatan terkejut saat menatapku. Huftt, jadi dari tadi mereka benar benar nggak menyadari keberadaanku?? Tapi aku tak menanggapi keterkejutannya dan ikut memapah Rain masuk rumah. Si mama masih tetap melihatku dengan tatapan “ini manusia apa hantu” ketika kami sudah di dalam rumah. Rain di baringkan di sofa sambil menunggu ambulans.
“ada apa tante? Kok ngeliatin saya seperti itu.” Tanyaku karena tak nyaman dengan tatapan mama Rain.
“ahh, nggak papa kok. Tante masuk dulu.” Jawab mama rain sambil melangkah pergi.
“temennya rain ya?” tanya rian saat mamanya sudah di dalam.
“iya, kenal belum lama sih, tapi lumayan akrab.” Jawabku.
“gitu, aku kakaknya Rain.” Katanya kemudian.
“ehmm kak, Rain sakit apa c?” tanyaku pada rian. Belum sempat rian menjawab pertanyaanku, ambulans sudah datang. Cepat cepat Rain di bawa masuk ambulans.
“ya sudah dek tak tinggal dulu ya. Oh iya siapa namanya?” tanya rian.
“nadya kak.” Jawabku.
aku berdiri memandangi ambulans itu pergi sampai tak terlihat lagi. Huftt, lagi lagi pertanyaanku tak terjawab.
*******
Besoknya
aku mulai mengemasi pakaianku, karena nanti siang aku harus sudah balik ke
jakarta. Liburan sudah habis. Sebelum pergi, aku sempatkan ke villa Rain. Aku
ingin tau keadaannya. Syukur syukur bisa ketemu orangnya langsung.
Tapi
villanya sepi, nggak ada orang. Mungkin masih pada di rumah sakit nungguin Rain.
Apa sakit Rain parah ya?
“ nadya ya?” tanya seseorang yang baru keluar dari mobil.
“oh, kak rian. Iya kak. Ehmm, Rain masih di rumah sakit?” tanyaku.
“ ayo masuk dulu.” Ajak Rian. Kami duduk di sofa ruang tamu. Hening sejenak, tak ada yang berbicara.
“kak? Rain gimana?” tanyaku kemudian.
“ wajahmu sangat mirip dengan almarhum kiara, istrinya rain.” Kata rian tanpa menjawab pertanyaanku. Ini aku nggak salah denger ya? Istri Rain? Almarhum?
“maksud kak rian apa ya?” tanyaku masih kaget dengan hal yang baru ku dengar.
“Rain sudah meninggal nad. Tadi malam, dia sempat sadar tapi hanya sebentar, lalu dia menghembuskan nafas terakhirnya.” Kata rian yang lagi lagi tak menghiraukan pertanyaanku. Aku antara percaya dan tidak. Nafasku tiba tiba sesak. Rain, orang yang beberapa hari ini menyita hatiku, meninggal? Tubuhku limbung, air mataku mengalir deras tanpa bisa ku hentikan. Aku kehilangan kendali atas tubuhku sendiri, jantungku benar benar tertikam dengan berita yang baru saja ku dengar.
“ Rain mengidap Aids.” Kata rian kemudian.
“ Rain memang dulu sangat nakal, dia pecandu narkoba. Sampai akhirnya dia kenal dengan kiara. Gadis itu bisa merubah Rain sedikit demi sedikit. Sampai akhirnya Rain bersi keras ingin menikah dengan kiara, dia berjanji akan berubah total setelah menikah. Tak berapa lama mereka pun menikah, tapi hanya selang beberapa bulan, kiara sering sakit. Awalnya kami tak begitu kuatir karena kiara memang sering sakit dari kecil, daya tahan tubuhnya lemah. Sampai suatu hari dokter memvonis kalau kiara mengidap aids. Kami semua di buat bingung, karena setahu kami kiara anak baik baik. Lalu Rain berinisiatif memeriksakan diri ke dokter, dia sudah menebak kalau dirinyalah yang membuat kiara terkena aids. Ternyata memang benar, Rain positif terkena HIV/aids.” Jeda sejenak, wajah rian terlihat sangat keruh mengingat masa lalu.
“ sejak itu rain sangat depresi, orang yang di cintainya harus menderita karena ulahnya. Dia mulai memakai narkoba lagi. Hal itu membuat kiara stres sampai akhirnya kiara meninggal 5 bulan yang lalu.” Jeda lagi. Rian terlihat menyeka air matanya.
“ rain jadi seperti orang gila sejak kepergian kiara. Lalu mama berinisiatif membawa rain kesini. Dulu rain dan kiara berbulan madu disini, makanya mama pikir rain bisa lebih tenang kalau berada di sini. Sejak disini rain mulai terlihat normal, walau kadang suka berbicara sendiri. Dia selalu pergi jalan jalan saat hujan, dia bilang, kiara suka jalan jalan saat gerimis, karena sangat romantis. Makanya dia selalu keluar demi bisa merasakan kenangan bersama kiara. Tapi hasilnya, rain selalu menangis setibanya di rumah. Kecuali seminggu ini, dia benar benar terlihat ceria seperti dulu. Sampai akhirnya sekarang dia pergi menyusul kiara.” Kalimat yang terakhir di ucapkan rian dengan isak tangis. Dia sudah tak sanggup membendung kesedihan atas kepergian adiknya.
“ ya sudah nad, aku mau mengemasi barang barang dulu, kami sekeluarga mau pulang kampung, Rain mau di makamkan di kampung.” Kata rian.
“iya kak, aku permisi dulu.” Kataku.
aku berjalan pelan, pikiranku kosong. Aku benar benar terguncang. Cowok bersenyum teduh itu, tak kan bisa ku temui lagi.
“nadya tunggu.” Ku dengar rian memanggilku.
“iya, ada apa?” sahutku.
“ini titipan dari rain. Maaf tadi kakak lupa. Bye” katanya sambil bergegas pergi.
Sesampainya
di rumah, langsung kubuka amplop pemberian Rain. Isinya adalah selembar foto.
Foto sepasang kekasih. Wajah cewek di foto ini sangat mirip denganku, hanya
saja rambutnya ikal. Foto kiara dan
rain. Mereka terlihat sangat bahagia. Aku membalik foto itu, sudah ku tebak ada pesan yang di
tulis rain untukku. “ nadya.. terima kasih. Berkat dirimu, aku bisa melihat
kiara sekali lagi.”
jlebb, sebaris kalimat itu berhasil membuatku banjir air mata lagi. Kalimat singkat itu, sudah cukup menggambarkan betapa menderitanya rain sejak kepergian kiara. Betapa dia mencintai belahan jiwanya itu. Rain dan kiara. Seperti kisah romeo dan juliet. Kisah cinta yang tragis. Meskipun aku sendiri menyukai rain, aku tetap merasa iba pada pasangan ini. Semoga tenang di alam sana, Rain, Kiara.
*******
1 tahun kemudian.
Aku
suka bau hujan. Aku selalu mengingat kata katamu itu. Aku jadi ketularan
dirimu, selalu menanti hujan, kadang sengaja berjalan di bawah guyuran hujan.
Ya, aku memang belum bisa melupakanmu. Senyumanmu itu berhasil membuatku jatuh
cinta. Kau tau rain? Sekarang aku tau seperti apa bau hujan...
Baunya seperti dirimu....
**
End **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar